Prof. Dr. K.H. A. Chozin Nasuha (Alm.) — Rektor ISIF Periode 2008–2016
Aswaja, atau Ahlussunnah wal Jamaah, merupakan tradisi keagamaan yang telah menjadi rujukan bagi banyak umat Islam di Indonesia. Dalam konteks keilmuwan, Aswaja bukan hanya sebuah doktrin keagamaan, tetapi juga berpotensi untuk berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang dapat berkontribusi pada pemikiran Islam secara lebih luas. Pengembangan ini menjadi semakin jelas mengingat tantangan dan dinamika sosial yang dihadapi masyarakat saat ini memerlukan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai Aswaja.
Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) telah mengemukakan gagasan bahwa Aswaja dapat bertransformasi menjadi ilmu yang lebih sistematis dan kritis. Pendekatan ini berlandaskan pada pemikiran kritis dan kesadaran akan kesenjangan antara pemahaman ideal tentang Aswaja dan praktiknya yang telah terjadi secara historis.
Dengan demikian, pengembangan Aswaja sebagai ilmu membutuhkan penelitian yang beragam dan mendalam, yang meliputi berbagai pendekatan, baik filosofis, historis, maupun interdisipliner. Upaya ini penting untuk menciptakan landasan teori yang kokoh dalam rangka menjadikan Aswaja sebagai bagian integral dari keilmuwan Islam.
Munculnya pemikiran Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) bahwa Aswaja dapat berkembang menjadi ilmu didorong oleh dua hal pokok, yaitu pemikiran kritis dan kesadaran adanya kesenjangan antara Aswaja yang ideal dengan Aswaja secara historis.
Meskipun dua model Aswaja itu tidak beriringan, tetapi bisa dijadikan sebagai dasar masuknya Aswaja menjadi model keilmuwan tertentu dalam Islam. Pekerjaan ini sangat panjang, karena masih banyak memerlukan penelitian dengan berbagai pendekatan filosofis, yuridis, teologis, logis, atau pendekatan historis, antropologis, sosiologis, psikologis, fenomenologis, dan lain sebagainya.
Dari segi lain, pendekatan satu dapat digabungkan dengan pendekatan lain untuk kepentingan ini, misalnya penggabungan antara pendekatan filosofis dan antropologis, atau pendekatan interdisipliner lainnya. Upaya penelitian di atas menurut penulis perlu dilakukan terus-menerus sehingga menemukan berbagai teori yang kuat untuk pengembangan
Aswaja sebagai ilmu.
Pemikiran kritis yang dimaksudkan di sini adalah kajian dinamis dan eksploratif atas Aswaja yang mengalami kristalisasi berwatak normatif dan mapan menjadi berstatus sebagai doktrin kehidupan. Konsep Aswaja dikaji dari aspek sumber rujukannya, yaitu materi dari Kitab Kuning, dan dari segi lain mengajukan penalaran atau optimalisasi daya berfikir.
Hal itu sangat mungkin dilakukan, karena isi Kitab Kuning itu berasal dari upaya penalaran terhadap Al-Qur’an dan al-Hadits yang terakumulasi dan terformalisasi secara sistematis. Dengan demikian, Kitab Kuning pada dasarnya adalah merupakan penafsiran terhadap ayat-ayat al-(Juran dan al-Hadits, melalui proses pemikiran yang panjang atau secara teknis disebut ijtihad,
Dalam Kitab Kuning tadi, ada ajaran yang mengandung pemahaman yang harus diterima secara bulat (taken for granted) yang menjadi dogma (akidah) dan bersifat qath’iy (given), dan sebagian lagi berisi pemikiran yang beragam yang selanjutny menjadi ilmu yang bersifat zhanni. Bagian yang kedua inilah yang harus disentuh dengan pemikiran kritis, dan bagian inilah materi yang paling banyak diuraikan dalam kitab-kitab fiqh.
Kesenjangan antara Aswaja ideal dengan Aswaja realitas dilihat dari sisi historis-antropologis menunjukkan relevansi dan diferensiasi yang jelas. Sebagai teoritik (doktrin) Aswaja merupakan hal yang harus diamalkan, namun demikian secara empiris pelaksanaan doktrin Aswaja dapat dipraktikkan dalam berbagai cara yang tidak sama.
Diferensiasi praktik Aswaja telah dicontohkan oleh kisah para ulama dari kalangan Aswaja yang tampaknya tidak sama persis dengan doktrin Aswaja yang ada di dalam buku. Praktik mereka bahkan tampak seperti kontradiktif dengan doktrin Aswaja, misalnya sikap toleran terhadap pemikiran lain seperti Syi’ah, Mu’tazilah, “Ibadliyah, dan pemikiran fiqh dan tasawuf yang kontemporer.
Ketidakdisiplinan ulama tersebut dalam berpraktik doktrin Aswaja dipengaruhi mungkin oleh perkembangan pemikiran mereka yang menganggap Aswaja sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi perkembangan masyarakat. Konsep Aswaja yang ada dengan demikian dianggap tidak responsif terhadap kehidupan dan pemikiran umat Islam yang terus berkembang.
Konsep sebuah doktrin mengalami kondisi kritis seperti merupakan hal yang wajar karena konsep ini dikembangkan ketika Islam mengalami situasi kejumudan pemikiran dan keterbelakangan di hampir segala bidang kehidupan misalnya dalam aspek ilmu dan teknologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, perkembangan akademik dan komunikasi. Situasi kritis ini mendorong perubahan struktural ajaran Aswaja, yang kemudian dikenal dengan perkembangan ilmu (science).
Ilmu pada sebenarnya memiliki watak kontemplatif dan futuristik. Berdasarkan hal ini ilmu dapat membentuk pembangunan kembali (rekonstruksi) konsep Aswaja dan mengkontekstualisasi ajaran, pemikiran dan tradisi (klasik) sesuai dengan situasi dan persoalan masyarakat modern, sehingga lebih bersifat mengubah keaadaan atau transformatif. Tidak hanya merekonstruksi konsep Aswaja, namun ilmu juga dapat melampai gagasan klasik secara dekonstruktif melalui pengembangan pemikiran dan penafsiran baru terhadap teks-teks yang sudah ada dan memberikan alternatif cara pandang yang baru.
Pemikiran yang dirintis oleh ISIF di atas merupakan keinginan yang masih baru dan masih harus dikembangkan dan dioperasikan melalui kelembagaan yang terorganisir sehingga menjadi pola pikir dan gerakan umat Islam. Orientasi baru konsep Aswaja ini memerlukan tindak lanjut melalui kajian dan dialog lebih kuat dan memerlukan pengujian pemikiran secara ilmiah sampai layak untuk direalisasikan. Meskipun demikian, pemikiran transformatif ini perlu dikompromikan dengan model-model pemikiran keilmuwan Kitab Kuning, sehingga mendapatkan sambutan yang memadai dan mengurangi penolakan yang tidak perlu.
— Disarikan dari buku Diskursus Kitab Kuning: Pesantren dan Pengembangan Ahlu as-sunnah wa al-jamaah (Nasuha, A. C. (2015). Diskursus Kitab Kuning: Pesantren dan Pengembangan Ahlu as-sunnah wa al-jamaah. Pustaka Sempu.)