by admin | 14 Feb 2025 | Berita, Kegiatan
ISIF Cirebon – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon menjadi tuan rumah malam puncak Peringatan Haul Ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang diselenggarakan oleh Komunitas Gusdurian Cirebon pada Kamis malam, 13 Februari 2025.
Malam puncak haul yang digelar di Aula ISIF Cirebon tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh agama dan penghayat kepercayaan. Dengan mengangkat tema “Agama untuk Kemanusiaan dan Krisis Iklim”, acara ini menegaskan relevansi ajaran Gus Dur dalam menjawab tantangan global saat ini.
Angkat Isu Kemanusiaan dan Lingkungan
Siti Robiah, Ketua Pelaksana Peringatan Haul Ke-15 Gus Dur dalam sambutannya menyampaikan bahwa keteladanan dan pembelaan Gus Dur dalam memperjuangkan keadilan menjadi inspirasi bagi panitia untuk mengangkat isu kemanusiaan dan lingkungan.
“Pada dasarnya meneladani Gus Dur berarti memperjuangkan keadilan dalam berbagai hal, termasuk (memperjuangkan) keadilan terhadap lingkungan,” jelasnya.
Selain itu, Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) ISIF Cirebon ini, menambahkan bahwa nilai-nilai yang diwariskan oleh Gus Dur, tidak dapat dipisahkan dari rasa kepedulian terhadap bumi dan lingkungan.
“Perjuangan kemanusiaan tidak hanya terbatas pada aspek sosial dan politik, tetapi juga harus mencakup persoalan lingkungan. Hak untuk hidup di lingkungan yang sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia yang fundamental,” ungkapnya.
Relevansi Ajaran Gus Dur
Rektor ISIF Cirebon, Marzuki Wahid, yang hadir menyampaikan Orasi Kebudayaan dalam acara tersebut, mengungkapkan rasa kagumnya terhadap antusiasme peserta yang berasal dari latar belakang organisasi dan agama yang beragam.
Menurutnya, kehadiran peserta dari berbagai elemen masyarakat ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Gus Dur tetap relevan dan dirasakan oleh semua kalangan.
“Pada malam hari ini, saya pribadi dan kita semua, merasa senang sekali karena semua agama hadir malam ini dan turut mendo’akan Guru Bangsa yang telah lima belas tahun mendahului kita,” ungkapnya.
Rektor yang akrab disapa Kang Zekky ini menyoroti bagaimana perjuangan Gus Dur yang tidak hanya dirasakan oleh umat Islam tetapi juga oleh berbagai komunitas lintas iman dan budaya.
“Satu hal yang diperjuangkan Gus Dur adalah kemanusiaan. Karena kita manusia dan merasa diperjuangkan sisi kemanusiaannya oleh Gus Dur, maka tak heran semua orang tergerak untuk datang (ke sini) meng-hauli Gus Dur,” tambahnya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa warisan perjuangan Gus Dur tidak terbatas pada satu kelompok atau bangsa, tetapi mencakup seluruh umat manusia.
“Gus Dur, meskipun ia muslim, meskipun ia NU, tapi perjuangan Gus Dur tidak hanya relevan bagi orang Islam. Perjuangan Gus Dur bukan hanya untuk Indonesia, tapi lebih universal, perjuangan Gus Dur adalah untuk kemanusiaan,” tutupnya. *** (Gunawan)
by admin | 14 Feb 2025 | Berita, Kegiatan
ISIF Cirebon – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon kembali menggelar Monthly Islamic Studies Initiatives (MISI) dengan mengangkat tema “Fiqh Aplikatif untuk Penyandang Disabilitas” di Ruang Konvergensi ISIF, pada Rabu, 12 Februari 2025.
Dalam forum ini, hadir perwakilan ulama perempuan, akademisi, praktisi, serta aktivis penyandang disabilitas. Mereka membahas bagaimana ajaran Islam dapat lebih inklusif dalam menjamin hak-hak penyandang disabilitas dalam mengamalkan agamanya.
Dalam diskusi, para peserta aktif berpendapat dan menyoroti betapa pentingnya pendekatan fiqh aplikatif yang tidak hanya berlandaskan hukum Islam, tetapi juga mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan sosial.
Alifatul Arifiati, peserta dari Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan, menyoroti realitas sosial yang masih banyak melekatkan stigma terhadap penyandang disabilitas. Contohnya, pandangan bahwa penyandang disabilitas terlahir dari kesalahan dalam tata cara hubungan seksual.
Stigma ini, menurutnya, memperlihatkan bias yang masih melekat dalam interpretasi keagamaan terhadap kelompok penyandang disabilitas. Selain itu, ia menegaskan bahwa isu disabilitas masih belum menjadi perhatian utama dalam wacana keagamaan.
“Ketika berbicara tentang forum atau kajian keagamaan, pembahasan mengenai disabilitas masih sangat minim. Saya pernah diminta mencari ulama perempuan atau tokoh Muslim yang benar-benar fokus pada isu ini, dan itu sangat sulit menemukannya. Masih sangat sedikit ulama perempuan yang membahas disabilitas dan menempatkannya sebagai ruang khidmahnya,” ujarnya.
Peran Media dalam Membangun Narasi Inklusif
Fitri Nurazizah, perwakilan dari Mubadalah.id turut menggarisbawahi peran media dalam membentuk narasi tentang disabilitas. Banyak media, yang menurutnya, masih belum bisa melunturkan stigma terhadap penyandang disabilitas.
“Sangat penting bagi media untuk mengonfirmasi langsung kepada penyandang disabilitas guna memastikan bahwa istilah yang digunakan tidak menimbulkan stigma,” ujarnya.
Dalam upaya menghadirkan perspektif yang lebih inklusif, media alternatif berperan penting dalam memberikan ruang bagi kelompok-kelompok yang sering terpinggirkan.
“Oleh karena itu, media alternatif seperti Mubadalah.id mencoba menghadirkan narasi yang lebih adil. Kami juga mendorong penyandang disabilitas untuk turut terlibat aktif menuliskan langsung (di Mubadalah.id) pengalaman mereka sendiri,” lanjutnya.
Implementasi Kebijakan yang Belum Optimal
Jojo Suparjo, perwakilan dari Perkumpulan Penyundang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Cirebon, berpendapat bahwa aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di rumah ibadah masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Banyak penyandang disabilitas yang ingin beribadah dengan nyaman, tetapi fasilitas yang mendukung mereka masih terbatas. Misalnya, belum tersedia tempat duduk untuk wudhu yang memadai, lantai yang licin, serta akses menuju tempat ibadah yang belum ramah bagi mereka.
Selain itu, Jojo juga menyoroti lemahnya implementasi kebijakan terkait disabilitas. Menurutnya, pemerintah belum sepenuhnya menunjukkan kepedulian terhadap para penyandang disabilitas. Jojo juga melihat lemahnya implementasi kebijakan terkait disabilitas.
“Peraturan yang ada saat ini tentang disabilitas hanya sebatas produk hukum di atas kertas saja, sedangkan implementasinya belum maksimal,” tegasnya.
Rektor ISIF Cirebon, Marzuki Wahid, yang hadir sebagai narasumber, menegaskan bahwa dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (HAM), penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas merupakan kewajiban negara. Sementara itu, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak mereka.
Ia menekankan bahwa penyandang disabilitas memiliki kedudukan hukum yang setara dan hak asasi yang sama sebagai warga negara Indonesia. Mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat dan memiliki hak untuk hidup, berkembang, serta berkontribusi secara adil dan bermartabat.
“Kita sebetulnya sama, tidak ada perbedaan sedikitpun. Ada satu jargon yang saya senang untuk mengutipnya, yaitu ‘No one left behind.’ Tidak boleh ada satu pun yang tertinggal dalam proses pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan segala aspek kehidupan, termasuk penyandang disabilitas,” tegasnya.
Komitmen ISIF
Melalui diskusi ini, ISIF ingin mengintegrasikan nilai-nilai keislaman yang selama ini menjadi basis kajian ISIF dengan perspektif hak-hak penyandang disabilitas. Di sisi lain, hasil-hasil diskusi diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan bagi semua elemen masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya diskusi rutin seperti MISI, diharapkan terbentuk pemahaman yang lebih luas dan kebijakan yang lebih inklusif bagi penyandang disabilitas dalam ruang-ruang sosial dan keagamaan.
Diskusi ini menjadi bagian dari komitmen ISIF dalam upaya memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas dalam bingkai keadilan dan kesetaraan dengan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan yang kuat dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.* (Gunawan)
by admin | 11 Feb 2025 | Agenda, Berita, Pengabdian Masyarakat
ISIF Cirebon – Praktik Islamologi Terapan (PIT) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon mendapat apresiasi dari Kuwu Desa Waruduwur, Yadi, serta segenap warga setempat dalam kegiatan Ekspose Pemetaan Spasial yang digelar di Masjid Jami Al-Mubarok pada Senin malam, 10 Februari 2025. Kuwu mengakui tidak pernah mendapati kegiatan pengabdian masyarakat dari kampus-kampus lain seperti yang dilakukan ISIF.
“Sudah banyak mahasiswa dari kampus-kampus ternama, baik dari luar maupun dalam wilayah Cirebon yang melakukan KKN di sini tapi tidak ada yang seperti ini. Saya sangat senang dan mengapresiasi karena apa yang dilakukan mahasiswa ISIF di sini sangat membantu warga,” katanya.
Dari hasil pemetaan spasial yang dilakukan mahasiswa ISIF di Waruduwur, Najmudin, Dina Tirtana, Sulisnawati, Ramdhani Fitriani Putri, Putri Syafa’aturrizqi, Wahyu Illahi, Mukhamad Irfan Ilmi, Nur Muhammad Iskandar, dan Dindin Misbahudin, Kuwu Yadi mengaku dia dan warganya bisa memahami desanya dengan lebih baik. Bahkan dia berharap lewat peta spasial itu, seluruh jajaran pemerintahan desa hingga tingkat terkecil di Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) bisa melayani warganya dengan baik.
“Biasanya kalau Ketua RT kita tanya berapa jumlah rumah dan keluarga di RT masing-masing, mereka jawabnya tidak tahu. Jumlah persisnya tidak tahu. Ada apa saja di RT-nya juga kurang tahu dengan yakin. Dengan (peta) ini semoga nanti bisa terbantu,” lanjutnya.
Kuwu Yadi juga memberikan masukan dan koreksi terhadap titik-titik tertentu di dalam peta yang belum sesuai dengan keadaan sebenarnya. Tidak hanya Kuwu, warga yang hadir juga terlihat antusias dan juga memberikan masukan serta koreksi terhadap gambar di peta yang kurang tepat ataupun kurang lengkap.
Pemetaan Spasial: Proses Partisipatif Bersama Masyarakat
Rektor ISIF, K.H. Marzuki Wahid mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Waruduwur karena sudah memberikan masukan dan koreksi terhadap peta spasial yang dibuat mahasiswa. Rektor juga mengatakan bahwa mahasiswa ISIF yang melakukan PIT di Desa Waruduwur sejatinya sedang belajar.
“Mereka belajar langsung di sini supaya memahami dengan betul bagaimana hidup di tengah masyarakat yang sesungguhnya. Nanti mereka akan kembali di daerahnya masing-masing untuk berkiprah di tengah masyarakatnya,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Dr. A. Syatori dan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Siti Latifah, ME, pada kesempatan itu juga memberikan masukan-masukan penting bagi mahasiswa PIT kelompok Desa Waruduwur.
Peta spasial merupakan peta yang dibuat mahasiswi dan mahasiswa hasil dari kerja lapangan mereka dalam minggu pertama PIT. Di lapangan mereka berkeliling desa setiap hari, menemui orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat, mewawancarai mereka tentang tempat-tempat yang ada di desa, dan membuat peta bersama-sama warga. Hasil dari pengamatan, wawancara, dan menggambar peta bersama warga itulah yang kemudian mereka tuangkan dalam Peta Desa Waruduwur.
Kegiatan Ekspose Peta Spasial merupakan bagian dari proses menggambar peta bersama masyarakat. Dalam kegiatan ini, mahasiswa memaparkan terlebih dulu hasil pemetaan mereka dengan warga untuk kemudian warga sendiri memberikan koreksi dan masukan. Proses tersebut dilakukan agar peta yang dihasilkan benar-benar merupakan peta bersama yang bisa memotret tidak hanya benda-benda mati melainkan juga denyut kehidupan warga.
PIT ISIF dan Model Pembelajaran Berbasis PAR
Pemetaan spasial sendiri merupakan kegiatan pertama sebelum mahasiswa melakukan pemataan-pemetaan selanjutnya yang meliputi pemetaan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Sebagai langkah awal, pemetaan ini berfungsi memberikan gambaran dasar tentang kondisi geografis desa, yang kemudian menjadi landasan dalam memahami berbagai aspek sosial dan ekonomi secara lebih mendalam.
Dengan memahami ruang secara fisik, mahasiswa dapat melihat keterkaitan antara faktor-faktor spasial dengan dinamika sosial dan ekonomi masyarakat. Seluruh proses ini dirancang secara partisipatif, melibatkan warga sebagai subjek aktif dalam penelitian agar hasilnya benar-benar merepresentasikan kondisi nyata di lapangan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Participatory Action Research (PAR) yang menjadi pendekatan dalam desain kegiatan PIT ISIF 2025
Pada 2025, ada empat desa yang menjadi wilayah dampingan mahasiswa ISIF melakukan PIT, yakni Desa Waruduwur Kec. Mundu, Desa Warukawung Kec. Depok, Desa Cikeusal Kec. Gempol di Kab. Cirebon, dan Kelurahan Kesenden di Kota Cirebon. *** (Abdul Rosyidi)
by admin | 28 Jan 2025 | Berita, Kegiatan, Pengabdian Masyarakat
ISIF Cirebon – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon menggelar pembekalan bagi mahasiswa yang akan melaksanakan Praktik Islamologi Terapan (PIT) di Aula Aula Affandi Mochtar pada Kamis dan Jumat, 23-24 Januari 2025.
Pembekalan ini menjadi langkah awal bagi mahasiswa sebelum terjun ke masyarakat untuk melaksanakan pengabdian berbasis Participatory Action Research (PAR). Kegiatan pula ditujukan untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk menemukenali dan menyelesaikan masalah secara partisipatif bersama masyarakat.
Rektor ISIF Cirebon, Marzuki Wahid, hadir sebagai pemateri utama dan memberikan pemaparan mendalam terkait falsafah dan konsep dasar PIT ISIF. Dalam sambutannya, rektor yang akrab disapa Kang Zekky ini menegaskan bahwa PIT bukan sekadar program akademik, melainkan upaya bersama untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat desa dengan pendekatan transformatif berbasis nilai-nilai keislaman.
“Melalui PIT, ISIF ingin berkontribusi pada terwujudnya peradaban manusia yang berkemampuan dan berkeadilan, berdasarkan kesadaran kritis,” tuturnya.
Zaenab Mahmudah, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), turut hadir sebagai fasilitator. Dalam paparannya, Zaenab menyoroti distingsi PIT ISIF khususnya penerapan metodologi Participatory Action Research (PAR) sebagai pendekatan pengabdian.
Menurutnya Praktik Islamologi Terapan — yang di perguruan tinggi lain dikenal sebagai Kuliah Kerja Nyata (KKN)— merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat yang menjadi bagian dari implementasi Tri Dharma perguruan tinggi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF).
Pada hari kedua, mahasiswa mendapatkan materi terkait konsep dan pelaksanaan PAR yang disampaikan oleh Wakil Rektor Bidang Penelitian, Dr. A. Syatori.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Syatori ini, PAR merupakan aktualisasi konsep belajar partisipatif yang bertujuan untuk melahirkan kesadaran kritis masyarakat.
Selain itu, menurutnya, melalui PAR masyarakat dapat terdorong untuk melakukan upaya mandiri untuk
mewujudkan keswadayaan komunitas masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman.
Pada sesi lain Sekretaris LPPM, Siti Latifah, ME, memberikan pembekalan tentang teknik pemetaan secara sosial dan spasial serta analisis sosial, mencakup dimensi sosial-ekonomi, sosial-budaya, hingga sosial-politik.
Mahasiswa juga diajak berdiskusi dalam kelompok bersama dosen pembimbing lapangan (DPL) untuk menyusun rencana kegiatan PIT di lokasi desa masing-masing kelompok.
Secara keseluruhan pembekalan ini diorientasikan agar mahasiswa ISIF tidak hanya memahami Metodologi PAR secara teoritis. Namun mahasiswa juga mampu menerapkannya secara maksimal dalam praktik PIT sehingga menjadikan desa-desa peredaman sebagai pusat pemberdayaan dan transformasi sosial.
by admin | 21 Jan 2025 | Berita
ISIF Cirebon — Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama resmi akan digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 31 Januari-1 Februari 2025 di Hotel Bidakara, Jakarta. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 NU.
Kongres yang akan dihadiri lebih dari 500 orang baik dari internal maupun kemitraan NU ini menggusung tema “Bersama Umat Wujudkan Keluarga Maslahat.” Kegiatan ini secara spesifik bertujuan untuk menyusun arah strategis NU terkait perwujudan keluarga maslahat sesuai dengan tantangan yang dihadapi.
Selain itu, melaui kegiatan ini, PBNU bertujuan mempublikasi inisiatif keluarga maslahat mengenai nilai dan prinsip kemaslahatan keluarga serta mengarusutamakan keluarga maslahat NU sebagai isu bersama, fokus gerakan, dan ruang pemberdayaan untuk masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut, Kongres juga bertujuan membangun dan memperluas kemitraan dalam meningkatkan kualitas keluarga Indonesia yang maslahat. Sebagai bagian dari inovasi, PBNU juga akan meluncurkan aplikasi GKMNU (Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama) untuk mempermudah akses informasi dan mendukung keberlanjutan program keluarga maslahat.
Festival Keluarga Indonesia
Selain kongres, PBNU juga akan menggelar Festival Keluarga Indonesia pada 1-2 Februari 2025 di Mall Kota Kasablanka dengan mengusung tema “Keluarga Maslahat Keluarga Hebat.” Festival tersebut terbuka untuk umum dan bisa dihadiri langsung oleh semua kalangan.
Melalui festival ini, PBNU bertujuan menghadirkan NU dalam lanskap awan keluarga Indonesia dan mewujudkan kemaslahatan keluarga Indonesia, khususnya keluarga NU, dengan gerakan khidmah yang solid dan terintegrasi.
Festival ini menghadirkan berbagai pameran menarik yang dapat dikunjungi oleh peserta. Dalam pameran tersebut, tersedia layanan konsultasi untuk keluarga, remaja, beasiswa pendidikan, pengembangan bisnis, kesehatan, serta informasi terkait aplikasi GKMNU. Selain itu, festival ini juga menyelenggarakan talkshow dengan beragam tema inspiratif yang menghadirkan anggota PBNU, tim GKMNU, dan berbagai praktisi ahli di bidang masing-masing.
Festival ini juga akan menampilkan pagelaran seni dan budaya Islam khas Indonesia, yang diramaikan oleh penampilan budayawan serta artis nasional tanah air. Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum strategis bagi PBNU dalam mempromosikan kemaslahatan keluarga sebagai isu bersama yang relevan dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
by admin | 24 Dec 2024 | Artikel, Publikasi Ilmiah
ORASI ILMIAH
Lies Marcoes Natsir
Rektor dan para Civitas Akademika ISIF yang terhormat.
Para Kyai Ibu Nyai pengasuh pondok pesantren yang saya muliakan.
Wisudawan Wisudawati yang berbahagia beserta orang tua mereka yang saya hormati.
Para tamu undangan, para alumni dan mahasiswa ISIF yang saya banggakan,
Assalama’laikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Puji dan Syukur kita panjatkan kekadirat Allah SWT dan shalawat serta salam kita limpahkan bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Atas berkat dan karunia Allah serta bimbingan Nabi, kita dapat berkumpul di ruangan ini untuk acara Wisuda Sarjana ISIF ke 8 tahun 2024.
Sungguh saya sangat terharu pagi ini bisa berdiri di hadapan civitas akademika ISIF dan para wisudawan, orang tua, alumni dan mahasiswa ISIF sekalian. Sungguh tidak menyangka bahwa sesuatu yang semula hanya sebuah gagasan untuk memiliki lembaga yang melahirkan center of excellence benar-benar bisa terwujud. Saya adalah saksi dari sejumlah orang2 idealis yang melahirkan ISIF lalu tumbuh dan berkembangnya. Kita patut menundukkan kepala bagi mereka yang turut membidani ISIF termasuk Alm Kiai Afandi Mochtar.
Ibu Bapak para tamu undangan yang terhormat,
Pertama-tama izinkan saya mengucapkan selamat berbahagia kepada para Wisudawan-Wisudawati. Anda sekalian telah merampungkan satu etape paling menantang, paling penting sekaligus paling indah dari etape-etape lain yang telah dan akan dilalui dalam hidup di masa mendatang.
Masa kuliah adalah masa yang paling monumental karena secara psikologis dan sosial serta pengembangan diri. Ini adalah era yang paling fundamental dalam menentukan jalan hidup kita di masa depan. Dari sisi umur itu adalah tahap paling penting dalam melatih cara bergaul, bernegosiasi, Tarik ulur dengan berbagai relasi, cara berpikir, cara beragrumentasi dan mengembangkan pemahaman yang kelak akan menentukan bagaimana kita memandang kehidupan.
Sebagai antropolog saya mengibaratkan dalam metafor bahwa pada masa kuliah adalah masa membangun pondasi yang kelak akan menentukan bentuk bangunan apa yang hendak diwujudkan, seberapa kokoh bangunan itu, ruang-ruang apa yang dianggap prioritas.
Dan sebagai antropolog yang peduli pada isu perempuan saya tentu ingin melihat bagaimana imajinasi pembagian ruang itu dibayangkan. Seberapa besar dan sehat warga penghuni bangunan itu punya aksesabilitas ke sumber-sumber energi seperti dapur, sumur, meja makan dan ruang istirahat. Tempat-tempat seperti dapur, sumur ruang makan bagi kami perempuan adalah pusat gerak. Bukan hanya ruang tamu atau ruang lain yang biasanya dipamerkan.
Dalam arsitektur hunian Islam di era Abbasiyah dan Usmaniyyah, sebelum masuk ke era penjajahan, rumah-rumah dibangun melingkar ke dalam. Sumur dan halaman belakang menjadi penghubung satu rumah dengan rumah lainnya. Teras belakang merupakan tempat yang paling aman dan nyaman bagi kaum perempuan berinteraksi, berbagi pengetahuan, dan sharing pengasuhan. Dengan metafora itu kita dapat mengibaratkan perpustakaan, ruang produksi pengetahuan, ruang debat dan diskusi adalah ruang yang menyerupai ruang terras bekalang tempat kaum ibu berinteraksi dalam bangunan arsitektur rumah-rumah kaum Mislim yang membuat warganya bebas mengembangkan pikiran dan berpendapat.
Para wisudawan wisudawati yang saya cintai
Izinkan saya menggunakan pengalaman pribadi bukan untuk diteladani tetapi untuk menjadi bahan renungan atau refkelsi. Tahun 1977 atau sekitar 45 tahun lalu, dengan tanpa pilihan saya kuliah di IAIN Ciputat. Padahal waktu itu saya ingin sekali masuk ke IPB, satu-satunya universitas favorit di kampung kami, agar menjadi tukang insinyur pertanian lulusan IPB. Harap diingat di awal Orde Baru orientasi tentang sarjana yang berasal dari desa akan kembali ke desa untuk membangun desa adalah gagasan ideal pemerintah yang masuk akal bagi kami di desa. Kami tak punya niatan untuk menetap di kota melainkan pulang ke desa sebagai sarjana. Kami tak tahu bahwa ternyata desa telah kebih dulu diopukasi oleh industri pabik dan orang kota.
Tapi orang tua saya menghendaki lain. Saya diminta masuk ke jurusan agama seperti kakak sulung kami, prof Musyrifah Sunanto dosen SKI lulusan IAIN Jogyakarta di IAIN Ciputat. Orang tua kami telah menyekolahkan kakak-kakak saya di jurusan eksakta atau non agama; Setelah yang sulung di IAIN Jogyakarta, kakak laki-laki kuliah di AIP dan melanglang buasa sebagai nahkoda kapal Permina/ Pertamina. Lalu kakak perempuan di Fakultas Ekonomi, dilanjutkan kakak perempuan di MIPA jurusan Kimia, Fakultas Teknik, Fakultas Farmasi dan saya yang ketempuhan kembali ke jalur agama.
Dari pihak Ibu yang akarnya Muhammadiyah di Jogya, orientasi Pendidikan anak-anak adalah agar menjadi priyayi atau interpreuner, sementara dari Pihak ayah yang berasal dari pesantren di Kebarongan Banyumas menghendaki keturunanya masuk ke jalur kajian agama. Saya sendiri tak berinat pada kedua dunia itu, karena saya lebih tertark pada Ilmu – ilmu sosial, sastra dan kehidupan.
Demikianlah dengan rasa kehilangan atas kebanggaan sebagai mahasiswa , saya sering tak mengakui kuliah di IAIN kepada teman-teman seangkatan yang berhasil masuk ke IPB. Saya masuk ke IAIN Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama. Rupanya dalam kurikulum Fak Ushuluddin kami mendapatkan materi Sosiologi dan metode penelitan. Waktu itu kampus IAIN kecil saja, kami menyebutkan seperti pabrik panci. Demikianlah saya menapaki hari-hari sebagai mahasiswa dan aktif di kegiatan ektra serta ikut demonstrasi gerakan Mahasiswa tahun 89.
Lalu bagaimana saya bisa berkembang hingga saat ini.
Pertama-tama adalah Membaca
Sejak SMA saya punya hobi membaca, membaca fiksi cerita-cerita roman dari karya-karya Sastra klasik Pujangga baru hingga era modern saya baca. Di SMAN I Banjar Camis telah tersedia perpustakaan dan saya lebih memilih masuk ke perpustakaan daripada jajan di masa-masa istirahat. Untung waktu it belum ada gadget!
Dalam perkembangannya ketika kuliah di IAIN saya tertarik pada Ilmu-ilmu Sosial kritis. Perpustakaan IAIN lumayan koleksinyha. Tapi itu tak cukup buat saya. Di Jakarta, dengan 2 kali naik bus saya rutin pergi ke perpustakaan British Counsil di Gedung Wijoyo Center di Jln Sudirman, di kantor The Ford Foundaion sekarang. Di sana saya membaca buku-buku karya akademik dan mulai membaca buku berbahasa Inggris dan meted penelitian grounded.
Ada rahasia lain, harus diakui itu juga karena dorongan pacar!. Mantan pacar yang kemudian menjadi suami saya, Ismed Natsir adalah seorang penulis, karya tulisnya di Prisma membuat dia diperhitungkan sebaga intelektual muda dengan pikiran tajam karena dia juga kuliah di Filsafat Driyarkara. Jadi salah satu keindahan masa kuliah adalah mencari pasangan. Cari pasangan yang baik, pintar, bacaanya banyak dan tidak melakukan bentuk violence apapun.
Saya membaca buku tebal serius sejak SMA, Mukaddimah karya Ibnu Haldun saya baca! Lalu apa buku yang sedang say abaca saat ini? Buku Anak Negeri di Pusaran Konflik draft karya Dr Noor Huda ismail karena kebetulan saya diundang sebagai editornya untuk memastikan elemen GEDSI masuk ke dalam buku itu.
Kedua adalah Menulis
Modal menulis adalah kemampuan berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak didekati dalam grammaernya tapi bagaimana itu diterapkan dalam kalimat yang fungsional. Contoh terbaru soal kata para-para. Kalau kita lihat di KBBI parapara artnya langit langit atau jaringn jarring di atas peraian untuk menyiman makanan yang bisa diawetan, sementara para adalah kata penyerta untuk menegaskan kalimat majemuk. Atau kata untuk menunjukkan hal yang tinggi yang lebih baik seperti kata parama, paramadina.
Membaca tulisan orang lain menjadi penting untuk melihat pola-pola kalimat dan cara tuturnya. Sejak SMA saya telah aktif menulis di Bulettin dan Mading. Bangganya bukan main ketika tulisan diterbitkan di Mading. Hingga minggu lalu tulisan saya masih dimuat sebagai opini di Jakarta Post tentang Perkembangan policy Sunat Perempuan. Menulis itu tidak ada kata pension.
Ketika kuliah, bacaan utama yang paling bergengsi adalah jurnal Prisma LP3ES. Jadi untuk mengembangkan teori dan analisis yang baru kita baca Prisma. Di sini pula pertama kali membaca tulisan-tulisan tentang gagasan feminisme dari Julia Suryakusuma dan Marianne Kattopo, Tutty Heraty Nurhadi.
Dari LP3ES, selain dunia pemikiran, kami belajar soal pengembangan masyarakat, pendampingan Masyarakat dan pengabdian masyarakat. Dalam isu tertentu terkait dengan Islam, lahir P3M. Di sana pula saya membaca hasl hasil penelitian sosial keagamaan yang dikenalkan oleh Gus Dur.
Penerbit LP3ES juga menerbitkan buku-buku sosial antropologi kritis seperti Moral Ekonomi Petani buku yang paling pening dalam memahami cara kerja penelitian etnografi dari James Scott Weapons of the Weak. Yang kemudian diterbitkan oleh Grameda. Itu adalah sebuah kajian antropologi perlawanan kaum petani di Sedaka /Kedah di era revolusi hijau ketika FAO mengembangkan pertanian modern yang memiskinkan buruh dan petani cilik. Kelemahan buku itu adalah petani digambarkan dalam dimensi kela seperti tuan tanah, buruh dantengulak , tapi tak secara tajam melihat dimensi gender! Kata petani miskin jadi kata yang tunggal tidak majemuk dan berlapis. .
Buku lainnya adalah Peter L Berger Piramida Korban Manusia yang meletakkan dasar-dasar analisis ketimpangan kelas sosial. Dalam kajian sejarah Islam saya terpesona oleh ketelitian kajian historis Deliar Noer tentang Gerakan Modernis Islam di Indonesia, Lagi-lagi kalau dibaca dengan analissi gender kita akan tahu Pak Deliar tak melihat peran organisasi perempuan Islam. Padahal di Minang, menurut Pak Taufik Abdullah, gerakan kaum muda dimotori oleh kaum ibu yang memastikan kaum lelaki untuk kembali ke praktik Islam yang benar, berhenti sabung ayam, minum tuak dan manin batu/judi. Itu dilakukan oleh kaum perempuan yang seperti sekarang, pusing melihat laki-laki judi online!.
Ada dua buku penting yang sangat berpengaruh kepada pemikiran saya yaitu Kumpulan tulisan di Prisma tahun 1977 “Manusia Dalam Kemelut Sejarah”. Didalamya terdapat pengantar dari Taufik Abdullah, Manusia Dalam Sejarah Sebuah Pengantar; Lalu tulisan tentang Sukarno oleh Pak Onghikham : Mitos Dan Realitas, Lalu “Dilema Sutan Sjahrir: Antara Pemikir dan Politikus” yang ditulis Y.B. Mangunwijaya; Memimpin adalah Menderita: Kesaksian Haji Agus Salim ditulis oleh Mohammad Roem; Tan Malaka: Pejuang Revolusioner yang Kesepian oleh Alfian; Kahar Muzakkar: Profil Patriot Pemberontak oleh Mattulada; lalu tulisan “Revolusi Memakan Anak Sendiri”: Tragedi Amir Sjarifudin oleh Abu Hanifah; dan satu satunya tokoh perempuan Rahmah El Yunusiyyah: Kartini Perguruan Islam oleh Aminuddin Rasyad Dosen Fakultas Tarbiah IAIN Jakarta.
Buku kedua adalah yang editornya suami sendiri Ismed Natsir: Pergolakan Pemikiran Islam, Catatan Harian Ahmad Wahib, juga ban Catatan Harian Seorang Demonstran Soe Hok Gie.
Kala itu di tahun-tahun 80-90an Majalah Mingguan Tempo merupakan majalah dengan kolom-kolom yang istimewa. Di sana pikiran-pikiran kritis dalam isu sosial, politik, keagamaan, sejarah dan isu Pembangunan dapat kita peroleh dari Gus Dur, Umar Kayam, Aswab Mahasin, Romo Mangun, Masri Singarimbun, Onghokham, Toety Herati, Taufik Abdullah dll.
Tetapi untuk menajamkan kemampuan menulis kita harus membaca karya sastra. Suami saya pindah dari LP3ES ke Graffiti Press. Disana terbit buku2 sastra yang indah, “Roti dan Anggur” karya Ignazo Silone yang diterjemahkan dengan sangat indah oleh Novelis Marianne Katoppo, atau buku Gadis Pantai dari Pramoedya Ananta Toer. Penggamabarannya begitu hidup, kritik atas feodalisme islam di pesantren yang melanggengkan tradisi poligami sebagai pengganti pergundikan di Jawa. Buku “Pramuria dari Lucknow” karya sastrawan Parsi Mohammad Hadi Ruswa, serta Perempuan d Titik Nol karya Nawal El Sadawi. Pada era berikutnya tentu buku-buku karta Pramudya Ananta Toer ikut menyertai bacaan sastra saya Bumi Manusia Anak Segala Bangsa dan Jejak Langkah. Tapi ada juga buku yang saya baca berulangkali Mushahshi yang tebalnya setebal bantal. Karena kalau metafornya buku Telepon kalian pasti tak pernah melihat buku telepon.
Modal Ketiga adalah Menajamkan Analisis Melalui Diskusi
Di Ciputat, saya tumbuh di tengah-tengah pendampingan tokoh-tokoh yang aktif mengembangkan forum diskusi yang dikembangkan sejak era Cak Nur, lalu ada Cak Irhamni dan lanjut Fachry Ali, Azyumardi Azra, Iqbal Abdur Rauf Saimima, Mereka adalah tokoh penting yang mendorong saya berani menulis di koran dan Majalah Panjimas. Memang kala itu belum ada tokoh perempuan selain dalam stuktur organisasi ektra seperti Kohati dan Kopri
Modal Keempat adalah Bergabung dengan Gerakan Feminis
Basis-basis pengetahuan dan critical thinking saya peroleh di luar kampus ketika aktif di kelompok perempuan Kalyanamitra. Di sana dasar-dasar pemikiran kritis tentang feminisme saya peroleh. Gagasan itu kemudian dikembangkan dalam gerakan yang kontekstual yaitu gerakan penyadaran hak-hak perempuan dalam Islam melalui forum Fiq an Nisa. Inilah fondasi penting dalam berkembangnya isu-isu gender dan Islam. Hal ini yang kemudian melahirkan orang seperti Kyai Husein Muhammad, Kiai Faqihuddn Abdul Kodir, Kiai Marzuki Wahid, Nyai Masriah Anva da ratusan nyai yang melahirkan KUPI di Cirebon tahun 2017
Tahap Berikutnya adalah Menentukan Etape Perjalanan yang Cocok dengan Kepribadian Kita.
Karenanya untuk jalan berikutnya adalah mengembangkan minat. Mau jadi apa? Kebetulan selain menulis saya sangat meminati dunia penelitian sejak tahun 1984, dan sampai 2024.minggu lalu saya masih pergi blusukan ke lapangan. Mbahnya adalah Prof Martin van Bruinessen. Selama 1 tahun di tahun 2083-1984 saya belajar langsung etnografi di lapangan, tinggal di kampung kota / urban miskin di Bandung. Itu adalah sekolah yang lengkap, belajar mendengarkan, meneliti, menulis dan menerbitkannya. Tidak ada bidang pekerjaan lain yang betul-betul membuat bergariah selain dalam penelitian. Itu adalah jalan samurai yang tidak ringan. Banyak peneliti berhenti di jalan atau mengandalkan asisten peneliti. Tapi saya merasa dunia penelitian adalah ladang hidup lahir batin , mencari nafkah sekaligus mengasah ketajaman spiritual saya.
Dunia penelitian menggabungkan seluruh tahapan-tahapan yang telah dikemukakan: membaca, menulis, mengasah teori baru, skeptisisme terhadap suatu temuan penelitian, dan curious untuk mencari jawaban.
Minat kedua dalam pengembangan diri adalah menjadi fasilitator dan Trainer dalam isu gender. Guru saya adalah Bang Roem Topatimasang dan Alm Mansour Fakih. Maka saya kemudian mengembangkan modul-modul dan training Islam, gender dan hak-hak reproduksi perempuan. Sampai saat ini saya masih mengisi pelatihan-pelatihan termasuk dalam menulis kritis untuk perguran tinggi di Indonesia Timur dengan program KONEKSI DFAT. Pelatihan terakhir dalam forum yang besar adalah 9 hari melahir para aktivis HAM jaringan Sisters in islam di KL.
Demikianlah kiranya yang dapat saya sampaikan. Ilmu tak datang dari ruang kosong di langit, tapi dengan ilmu kita pasti mampu menggapai langit.
Depok, 23 Desember 2024
Lies Marcoes-Natsir
Wali Amanah Yayasan Fahmina
— Orasi ilmiah ini telah disampaikan pada Wisuda Sarjana ISIF Angkatan VIII di Hotel Patra Cirebon pada Senin, 23 Desember 2024.