(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

5 Pilar Fiqh Al-Ikhtilaf: Cara Bijak Menghadapi Perbedaan dalam Islam

Perbedaan (al-ikhtilaf) adalah sesuatu yang alamiah terjadi dalam setiap masa dan komunitas, Ia tidak bisa ditekan, ditutup, atau ditahan dengan peraturan, undang-undang, bahkan dengan senapan. Karena itu, dalam suatu riwayat Nabi SAW menyatakan bahwa “Perbedaan umatku adalah rahmat bagi mereka”. Karena perbedaan merupakan pewujudan ruang-ruang artikulasi dan pilihan-pilihan yang memungkinkan setiap orang bisa memperoleh alternatif. Perbedaan merupakan keniscayaan dan ketetapan Allah SWT.

Sejarah menunjukkan bahwa perbedaan sering kali dikelola dalam konteks konflik. Namun, dengan perkembangan pemikiran, kita dihadapkan pada tantangan untuk membangun masa depan yang didasarkan pada dialog, bukan kekerasan. Oleh karena itu, penghargaan terhadap perbedaan serta mekanisme relasi yang mengedepankan kesetaraan dan keadilan harus ditegakkan.

Dalam Islam, sebagimana diungkapkan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku ‘Menggagas Fiqh Ikhtilaf: Potret dan Prakarsa Cirebon,’ ada lima pilar utama yang menjadi landasan untuk menghadapi perbedaan.

Pilar pertama adalah pengakuan bahwa perbedaan adalah ciptaan Allah. Allah menciptakan perbedaan sebagai bagian dari rencana-Nya, dan ini adalah sesuatu yang harus diterima oleh umat manusia. Kita perlu memahami bahwa perbedaan itu sendiri bukanlah masalah, melainkan bagian dari rahmat Allah yang memperkaya kehidupan kita.

Pilar kedua menegaskan bahwa keyakinan adalah persoalan hati. Setiap individu memiliki hak untuk memilih keyakinannya sendiri. Ini adalah hak asasi yang harus dihormati dalam interaksi antarumat beragama. Kebebasan berkeyakinan adalah pilar utama dari sebuah peradaban, dan dengan kebebasan ini, perbedaan dapat muncul dalam ruang yang layak dan memperoleh penghormatan yang sepantasnya.

Pilar ketiga adalah pentingnya dialog sebagai metode interaksi. Dialog yang baik harus dilakukan dengan kesetaraan, di mana tidak ada pihak yang mengklaim kebenaran mutlak. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Ajaklah (orang-orang) ke jalan Tuhanmu dengan cara yang bijak dan tutur kata yang baik.” Melalui dialog yang setara, kita dapat memahami perspektif orang lain dan menjalin hubungan yang harmonis meskipun berbeda pendapat.

Pilar keempat menekankan bahwa pemaksaan tidak dibenarkan, terutama jika dilakukan dengan kekerasan. Kekuatan tidak akan pernah dapat memaksakan keyakinan atau pandangan keagamaan pada orang lain. Sebaliknya, pemaksaan hanya akan menimbulkan kemunafikan dan dendam.

Pilar kelima adalah pengakuan bahwa kebenaran mutlak hanya milik Allah. Hanya Allah yang berhak menilai dan mengadili kebenaran ajaran-ajaran yang ada. Kita sebagai manusia tidak memiliki hak untuk mengklaim sebagai pembela kebenaran mutlak, karena hal ini hanya diketahui oleh Allah SWT.

Dengan memahami lima pilar ini, kita dapat merumuskan suatu etika sosial yang humanis dan berorientasi pada kebaikan umat manusia. Fiqh al-Ikhtilaf tidak hanya memberikan kerangka untuk memahami perbedaan pendapat, tetapi juga menjadi panduan untuk membangun dialog yang konstruktif dan menghindari konflik.

Dalam menghadapi perbedaan, kita perlu merangkul keberagaman sebagai rahmat yang memperkaya hidup kita, bukan sebagai alasan untuk saling memusuhi. Dengan menerapkan pilar-pilar ini, kita dapat menciptakan suasana damai dan saling menghormati, serta membangun pemahaman yang lebih baik di tengah perbedaan.

 

— Disarikan dari buku Menggagas Fiqh Ikhtilaf:  Potret dan Prakarsa Cirebon (Alifatul Arifiati, dkk. (2017). Menggagas Fiqh Ikhtilaf: Potret dan Prakarsa Cirebon. Cirebon: Fahmina Institute.)

Saatnya Wanita Memilih Upaya Syariat Melindungi Martabat

Penulis: Zaenab

Penerbit: Zhenish Press

Tahun Terbit: 2007

Tebal buku: 194 halaman

Sinopsis:

Pergolakkan Sosial, budaya dan politik menuntut sebuah peradaban berubah. Sehingga pada peradaban ini bisa jadi yang asal mulanya satu komunitas yang tidak berperadaban berubah menjadi komunitas yang berperadaban, bahkan mampu menghegemoni dunia. Sebuah perubahan bukanlah hal yang mustahil, karena merupakan entitas yang selalu ada dan datang setiap waktu.

Tulisan ini bertitik tolak pada fenomena-fenomena yang telah dialami kaum perempuan yang mana kreasi, ekspresi dan aksi mereka terpasung. Sehingga tidak heran jika muncul jargon “emansipasi wanita”, sebuah terma yang muncul sebagai respon balik terhadap problematika yang selama ini melandanya. Kita sebagai manusia, tidak bisa menilai gerakan ini salah atau benar, akan tetapi yang jelas gerakan ini mengandaikan sebuah harapan hak-hak mereka dipenuhi, harkat dan martabatnya dihormati dan keberadaannya sebagai manusia dilindungi.

Untuk tidak mengatakan bahwa gerakan ini muncul dari sebuah ketidakpuasan, maka bisa kita baca sejarah masa silam yang terjadi dibelahan dunia seperti Yunani, Romawi, India, Hamurabi, Masehi dan Arab Jahiliyah. Pada masa itu, para kaum hawa diperlakukan layaknya hewan bahkan lebih hina. Hak dan kebebasannya dinafikan serta keberadaannya sebagai seorang wanita ditiadakan. Mereka hanya dijadikan sebagai obyek pemuas nafsu saja. Selain itu mereka hanya menjadi robot rumah tangga yang tidak bisa keluar menghirup udara kebebasan, hingga akhirnya mereka merasakan bahwa hidupnya sama halnya dengan matinya.

Landasan inilah yang menstimulasi adanya instansi yang menghormati, mengayomi, melindungi, dan memberikan hak-haknya. Sebenarnya bukan hanya instansi sosial saja yang memberikan hak dan kebebasannya, akan tetapi instansi Tuhan-pun (yang dalam hal ini syariat-Nya) juga memberikan hak-haknya dan melindungi martabat wanita. Artinya ada upaya syariat untuk melindungi harkat dan martabat wanita.

Perlu diperhatikan bahwa buku “Saatnya Wanita Memilih; Upaya Syairat Lindungi Martabat” adalah sebuah usaha untuk memberi pemahaman kepada khalayak, agar tidak memberi penafsiran negatif atas emansipasi wanita yang selama ini telah bergulir. Pemberian kebebasan terhadap wanita, menghormati keberadaannya dan hak wanita untuk memilih adalah hal yang mempunyai landasan kuat dari syariat. Artinya segala usaha yang telah digulirkan untuk mengangkat derajat dan memberikan hak-haknya juga telah tertuang dalam undang-undang keagamaan. Seperti problematika kebebasan wanita memilih pasangan, penafian al-Kitab terhadap poligami, talak dan permintaan pisah dari istri, hak maksimum atas ahli waris wanita, legitimasi kepemimipinan wanita, kontradiksi hijab ditilik dari tabir agama dan khitan perempuan hanya sebatas adat, adalah tema-tema yang diangkat dengan melihat kondisi sosial tertentu dan melihat bangunan syariat yang ada.

Sebagai usaha agar tidak berpihak hanya pada satu statemen, maka dalam tulisan ini djabarkan mulai dari kondisi wanita masa klasik sampai masa modern ini dengan beberapa problematika yang dihadapi. Seperti, sejarah wanita pra Islam dan pasca Islam, akatr kebangkitan dan kebebasan wanita, definisi kebebasan wanita, gerakan feminisme sebagai akar revolusi kebebasan, hak dan emasipasi wanita dalam publik, problematika feminisme dan anggapan adanya pemarginalan yang dilakukan teks atau kaum hawa. Dari sini ada upaya untuk menafikan pemahaman yang negatif, sehingga pijakan untuk mengambil konklusi bisa jelas tanpa terkontaminasi dengan pihak lain.

Harus diakui untuk keluar dari stagnasi, keluar dari kungkungan dan dari keterpasungan membutuhkan sejuta usaha, pengorbanan dan perhatian yang kontinyu. Selayaknya kita yakin bahwa setelah kesusahan akan datang kemudahan.. wanita bukan hanya sebagai entitas yang jumlahnya separuh dari manusia yang ada di dunia, tapi dia adalah bagian dari guru manusia di muka bumi ini.

Tidak sedikit manusia yang menggemborkan untuk memberi kebebasan kepada wanita untuk belajar, tapi realitanya justru mereka membelenggu kehendak mereka untuk belajar. Bukankah ini sama halnya melarang mereka untuk belajar. Diakui atau tidak bahwa laki-laki cenderung membatasi gerak-gerik wanita. Mereka tidak ingin memberi kebebasan kepada wanita. Mereka menggunakan buku-buku klasik sebagai senjata untuk menghantam kebebasan wanita, menghilangkan akal sehatnya untuk tidak menghormati keberadaan wanita seperti halnya mereka ingin dihormati. Para lelaki mengambil dalil-dalil syariat yang mendukung kehendaknya dan meninggalkan dalil-dalil yang memuliakan wanita. Padalah agama menyerukan jangan mempersulit langkah wanita  “laa tudhayyiquu hunna”. Apakah ini sebuah keadilan? Padahal setiap insan mempunyai derajat yang sama kecuali dalam ketakwaannya.

Penganggaran Perusahaan Dilengkapi dengan Berbagai Teori Pratika

Judul Buku: Penganggaran Perusahaan Dilengkapi dengan Berbagai Teori Pratika

Penulis: Udin Komarudin

Penerbit: Yayasan Nurjati Maulana Habibi, Cirebon

Tahun Terbit: 2020

Sinopsis

Pengembangan materi pembelajaran dengan cara meningkatkan sumber daya manusia yang professional dan produktip dipandang penting didalam aplikasi dunia lapangan kerja, buku ini terdiri dari dua judul dasar kompetensi keahlian yaitu “Memahami Pengertian Penganggaran Perusahaan”, yang diantaranya adalah pengertian dan arti penting Penganggaran Perusahaan dll.

Melalui buku ini, penulis berusaha menyajikan materi dengan berbagai model evaluasi dan penugasan dalam bentuk teori dan praktik dengan bervariasi untuk mempermudah mahasiswa dalam mencapai target-target belajar atau kompetensi yang diharapakan. Pemanfaatan buku ini dapat dikombinasikan dengan kegiatan membaca buku sumber lainnya secara mandiri. Berbagai kegiatan tersebut diharapkan dapat mendukung kegiatan belajar peserta didik secara menyeluruh.

Link Buku: Penganggaran Perusahaan Dilengkapi dengan Berbagai Teori Pratika