(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

Penulis: Zaenab

Penerbit: Zhenish Press

Tahun Terbit: 2007

Tebal buku: 194 halaman

Sinopsis:

Pergolakkan Sosial, budaya dan politik menuntut sebuah peradaban berubah. Sehingga pada peradaban ini bisa jadi yang asal mulanya satu komunitas yang tidak berperadaban berubah menjadi komunitas yang berperadaban, bahkan mampu menghegemoni dunia. Sebuah perubahan bukanlah hal yang mustahil, karena merupakan entitas yang selalu ada dan datang setiap waktu.

Tulisan ini bertitik tolak pada fenomena-fenomena yang telah dialami kaum perempuan yang mana kreasi, ekspresi dan aksi mereka terpasung. Sehingga tidak heran jika muncul jargon “emansipasi wanita”, sebuah terma yang muncul sebagai respon balik terhadap problematika yang selama ini melandanya. Kita sebagai manusia, tidak bisa menilai gerakan ini salah atau benar, akan tetapi yang jelas gerakan ini mengandaikan sebuah harapan hak-hak mereka dipenuhi, harkat dan martabatnya dihormati dan keberadaannya sebagai manusia dilindungi.

Untuk tidak mengatakan bahwa gerakan ini muncul dari sebuah ketidakpuasan, maka bisa kita baca sejarah masa silam yang terjadi dibelahan dunia seperti Yunani, Romawi, India, Hamurabi, Masehi dan Arab Jahiliyah. Pada masa itu, para kaum hawa diperlakukan layaknya hewan bahkan lebih hina. Hak dan kebebasannya dinafikan serta keberadaannya sebagai seorang wanita ditiadakan. Mereka hanya dijadikan sebagai obyek pemuas nafsu saja. Selain itu mereka hanya menjadi robot rumah tangga yang tidak bisa keluar menghirup udara kebebasan, hingga akhirnya mereka merasakan bahwa hidupnya sama halnya dengan matinya.

Landasan inilah yang menstimulasi adanya instansi yang menghormati, mengayomi, melindungi, dan memberikan hak-haknya. Sebenarnya bukan hanya instansi sosial saja yang memberikan hak dan kebebasannya, akan tetapi instansi Tuhan-pun (yang dalam hal ini syariat-Nya) juga memberikan hak-haknya dan melindungi martabat wanita. Artinya ada upaya syariat untuk melindungi harkat dan martabat wanita.

Perlu diperhatikan bahwa buku “Saatnya Wanita Memilih; Upaya Syairat Lindungi Martabat” adalah sebuah usaha untuk memberi pemahaman kepada khalayak, agar tidak memberi penafsiran negatif atas emansipasi wanita yang selama ini telah bergulir. Pemberian kebebasan terhadap wanita, menghormati keberadaannya dan hak wanita untuk memilih adalah hal yang mempunyai landasan kuat dari syariat. Artinya segala usaha yang telah digulirkan untuk mengangkat derajat dan memberikan hak-haknya juga telah tertuang dalam undang-undang keagamaan. Seperti problematika kebebasan wanita memilih pasangan, penafian al-Kitab terhadap poligami, talak dan permintaan pisah dari istri, hak maksimum atas ahli waris wanita, legitimasi kepemimipinan wanita, kontradiksi hijab ditilik dari tabir agama dan khitan perempuan hanya sebatas adat, adalah tema-tema yang diangkat dengan melihat kondisi sosial tertentu dan melihat bangunan syariat yang ada.

Sebagai usaha agar tidak berpihak hanya pada satu statemen, maka dalam tulisan ini djabarkan mulai dari kondisi wanita masa klasik sampai masa modern ini dengan beberapa problematika yang dihadapi. Seperti, sejarah wanita pra Islam dan pasca Islam, akatr kebangkitan dan kebebasan wanita, definisi kebebasan wanita, gerakan feminisme sebagai akar revolusi kebebasan, hak dan emasipasi wanita dalam publik, problematika feminisme dan anggapan adanya pemarginalan yang dilakukan teks atau kaum hawa. Dari sini ada upaya untuk menafikan pemahaman yang negatif, sehingga pijakan untuk mengambil konklusi bisa jelas tanpa terkontaminasi dengan pihak lain.

Harus diakui untuk keluar dari stagnasi, keluar dari kungkungan dan dari keterpasungan membutuhkan sejuta usaha, pengorbanan dan perhatian yang kontinyu. Selayaknya kita yakin bahwa setelah kesusahan akan datang kemudahan.. wanita bukan hanya sebagai entitas yang jumlahnya separuh dari manusia yang ada di dunia, tapi dia adalah bagian dari guru manusia di muka bumi ini.

Tidak sedikit manusia yang menggemborkan untuk memberi kebebasan kepada wanita untuk belajar, tapi realitanya justru mereka membelenggu kehendak mereka untuk belajar. Bukankah ini sama halnya melarang mereka untuk belajar. Diakui atau tidak bahwa laki-laki cenderung membatasi gerak-gerik wanita. Mereka tidak ingin memberi kebebasan kepada wanita. Mereka menggunakan buku-buku klasik sebagai senjata untuk menghantam kebebasan wanita, menghilangkan akal sehatnya untuk tidak menghormati keberadaan wanita seperti halnya mereka ingin dihormati. Para lelaki mengambil dalil-dalil syariat yang mendukung kehendaknya dan meninggalkan dalil-dalil yang memuliakan wanita. Padalah agama menyerukan jangan mempersulit langkah wanita  “laa tudhayyiquu hunna”. Apakah ini sebuah keadilan? Padahal setiap insan mempunyai derajat yang sama kecuali dalam ketakwaannya.