by admin | 14 Feb 2025 | Berita, Kegiatan
ISIF Cirebon – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon menjadi tuan rumah malam puncak Peringatan Haul Ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang diselenggarakan oleh Komunitas Gusdurian Cirebon pada Kamis malam, 13 Februari 2025.
Malam puncak haul yang digelar di Aula ISIF Cirebon tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh agama dan penghayat kepercayaan. Dengan mengangkat tema “Agama untuk Kemanusiaan dan Krisis Iklim”, acara ini menegaskan relevansi ajaran Gus Dur dalam menjawab tantangan global saat ini.
Angkat Isu Kemanusiaan dan Lingkungan
Siti Robiah, Ketua Pelaksana Peringatan Haul Ke-15 Gus Dur dalam sambutannya menyampaikan bahwa keteladanan dan pembelaan Gus Dur dalam memperjuangkan keadilan menjadi inspirasi bagi panitia untuk mengangkat isu kemanusiaan dan lingkungan.
“Pada dasarnya meneladani Gus Dur berarti memperjuangkan keadilan dalam berbagai hal, termasuk (memperjuangkan) keadilan terhadap lingkungan,” jelasnya.
Selain itu, Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) ISIF Cirebon ini, menambahkan bahwa nilai-nilai yang diwariskan oleh Gus Dur, tidak dapat dipisahkan dari rasa kepedulian terhadap bumi dan lingkungan.
“Perjuangan kemanusiaan tidak hanya terbatas pada aspek sosial dan politik, tetapi juga harus mencakup persoalan lingkungan. Hak untuk hidup di lingkungan yang sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia yang fundamental,” ungkapnya.
Relevansi Ajaran Gus Dur
Rektor ISIF Cirebon, Marzuki Wahid, yang hadir menyampaikan Orasi Kebudayaan dalam acara tersebut, mengungkapkan rasa kagumnya terhadap antusiasme peserta yang berasal dari latar belakang organisasi dan agama yang beragam.
Menurutnya, kehadiran peserta dari berbagai elemen masyarakat ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Gus Dur tetap relevan dan dirasakan oleh semua kalangan.
“Pada malam hari ini, saya pribadi dan kita semua, merasa senang sekali karena semua agama hadir malam ini dan turut mendo’akan Guru Bangsa yang telah lima belas tahun mendahului kita,” ungkapnya.
Rektor yang akrab disapa Kang Zekky ini menyoroti bagaimana perjuangan Gus Dur yang tidak hanya dirasakan oleh umat Islam tetapi juga oleh berbagai komunitas lintas iman dan budaya.
“Satu hal yang diperjuangkan Gus Dur adalah kemanusiaan. Karena kita manusia dan merasa diperjuangkan sisi kemanusiaannya oleh Gus Dur, maka tak heran semua orang tergerak untuk datang (ke sini) meng-hauli Gus Dur,” tambahnya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa warisan perjuangan Gus Dur tidak terbatas pada satu kelompok atau bangsa, tetapi mencakup seluruh umat manusia.
“Gus Dur, meskipun ia muslim, meskipun ia NU, tapi perjuangan Gus Dur tidak hanya relevan bagi orang Islam. Perjuangan Gus Dur bukan hanya untuk Indonesia, tapi lebih universal, perjuangan Gus Dur adalah untuk kemanusiaan,” tutupnya. *** (Gunawan)
by admin | 14 Feb 2025 | Berita, Kegiatan
ISIF Cirebon – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon kembali menggelar Monthly Islamic Studies Initiatives (MISI) dengan mengangkat tema “Fiqh Aplikatif untuk Penyandang Disabilitas” di Ruang Konvergensi ISIF, pada Rabu, 12 Februari 2025.
Dalam forum ini, hadir perwakilan ulama perempuan, akademisi, praktisi, serta aktivis penyandang disabilitas. Mereka membahas bagaimana ajaran Islam dapat lebih inklusif dalam menjamin hak-hak penyandang disabilitas dalam mengamalkan agamanya.
Dalam diskusi, para peserta aktif berpendapat dan menyoroti betapa pentingnya pendekatan fiqh aplikatif yang tidak hanya berlandaskan hukum Islam, tetapi juga mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan sosial.
Alifatul Arifiati, peserta dari Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan, menyoroti realitas sosial yang masih banyak melekatkan stigma terhadap penyandang disabilitas. Contohnya, pandangan bahwa penyandang disabilitas terlahir dari kesalahan dalam tata cara hubungan seksual.
Stigma ini, menurutnya, memperlihatkan bias yang masih melekat dalam interpretasi keagamaan terhadap kelompok penyandang disabilitas. Selain itu, ia menegaskan bahwa isu disabilitas masih belum menjadi perhatian utama dalam wacana keagamaan.
“Ketika berbicara tentang forum atau kajian keagamaan, pembahasan mengenai disabilitas masih sangat minim. Saya pernah diminta mencari ulama perempuan atau tokoh Muslim yang benar-benar fokus pada isu ini, dan itu sangat sulit menemukannya. Masih sangat sedikit ulama perempuan yang membahas disabilitas dan menempatkannya sebagai ruang khidmahnya,” ujarnya.
Peran Media dalam Membangun Narasi Inklusif
Fitri Nurazizah, perwakilan dari Mubadalah.id turut menggarisbawahi peran media dalam membentuk narasi tentang disabilitas. Banyak media, yang menurutnya, masih belum bisa melunturkan stigma terhadap penyandang disabilitas.
“Sangat penting bagi media untuk mengonfirmasi langsung kepada penyandang disabilitas guna memastikan bahwa istilah yang digunakan tidak menimbulkan stigma,” ujarnya.
Dalam upaya menghadirkan perspektif yang lebih inklusif, media alternatif berperan penting dalam memberikan ruang bagi kelompok-kelompok yang sering terpinggirkan.
“Oleh karena itu, media alternatif seperti Mubadalah.id mencoba menghadirkan narasi yang lebih adil. Kami juga mendorong penyandang disabilitas untuk turut terlibat aktif menuliskan langsung (di Mubadalah.id) pengalaman mereka sendiri,” lanjutnya.
Implementasi Kebijakan yang Belum Optimal
Jojo Suparjo, perwakilan dari Perkumpulan Penyundang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Cirebon, berpendapat bahwa aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di rumah ibadah masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Banyak penyandang disabilitas yang ingin beribadah dengan nyaman, tetapi fasilitas yang mendukung mereka masih terbatas. Misalnya, belum tersedia tempat duduk untuk wudhu yang memadai, lantai yang licin, serta akses menuju tempat ibadah yang belum ramah bagi mereka.
Selain itu, Jojo juga menyoroti lemahnya implementasi kebijakan terkait disabilitas. Menurutnya, pemerintah belum sepenuhnya menunjukkan kepedulian terhadap para penyandang disabilitas. Jojo juga melihat lemahnya implementasi kebijakan terkait disabilitas.
“Peraturan yang ada saat ini tentang disabilitas hanya sebatas produk hukum di atas kertas saja, sedangkan implementasinya belum maksimal,” tegasnya.
Rektor ISIF Cirebon, Marzuki Wahid, yang hadir sebagai narasumber, menegaskan bahwa dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (HAM), penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas merupakan kewajiban negara. Sementara itu, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak mereka.
Ia menekankan bahwa penyandang disabilitas memiliki kedudukan hukum yang setara dan hak asasi yang sama sebagai warga negara Indonesia. Mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat dan memiliki hak untuk hidup, berkembang, serta berkontribusi secara adil dan bermartabat.
“Kita sebetulnya sama, tidak ada perbedaan sedikitpun. Ada satu jargon yang saya senang untuk mengutipnya, yaitu ‘No one left behind.’ Tidak boleh ada satu pun yang tertinggal dalam proses pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan segala aspek kehidupan, termasuk penyandang disabilitas,” tegasnya.
Komitmen ISIF
Melalui diskusi ini, ISIF ingin mengintegrasikan nilai-nilai keislaman yang selama ini menjadi basis kajian ISIF dengan perspektif hak-hak penyandang disabilitas. Di sisi lain, hasil-hasil diskusi diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan bagi semua elemen masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya diskusi rutin seperti MISI, diharapkan terbentuk pemahaman yang lebih luas dan kebijakan yang lebih inklusif bagi penyandang disabilitas dalam ruang-ruang sosial dan keagamaan.
Diskusi ini menjadi bagian dari komitmen ISIF dalam upaya memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas dalam bingkai keadilan dan kesetaraan dengan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan yang kuat dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.* (Gunawan)
by admin | 11 Feb 2025 | Agenda, Berita, Pengabdian Masyarakat
ISIF Cirebon – Praktik Islamologi Terapan (PIT) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon mendapat apresiasi dari Kuwu Desa Waruduwur, Yadi, serta segenap warga setempat dalam kegiatan Ekspose Pemetaan Spasial yang digelar di Masjid Jami Al-Mubarok pada Senin malam, 10 Februari 2025. Kuwu mengakui tidak pernah mendapati kegiatan pengabdian masyarakat dari kampus-kampus lain seperti yang dilakukan ISIF.
“Sudah banyak mahasiswa dari kampus-kampus ternama, baik dari luar maupun dalam wilayah Cirebon yang melakukan KKN di sini tapi tidak ada yang seperti ini. Saya sangat senang dan mengapresiasi karena apa yang dilakukan mahasiswa ISIF di sini sangat membantu warga,” katanya.
Dari hasil pemetaan spasial yang dilakukan mahasiswa ISIF di Waruduwur, Najmudin, Dina Tirtana, Sulisnawati, Ramdhani Fitriani Putri, Putri Syafa’aturrizqi, Wahyu Illahi, Mukhamad Irfan Ilmi, Nur Muhammad Iskandar, dan Dindin Misbahudin, Kuwu Yadi mengaku dia dan warganya bisa memahami desanya dengan lebih baik. Bahkan dia berharap lewat peta spasial itu, seluruh jajaran pemerintahan desa hingga tingkat terkecil di Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) bisa melayani warganya dengan baik.
“Biasanya kalau Ketua RT kita tanya berapa jumlah rumah dan keluarga di RT masing-masing, mereka jawabnya tidak tahu. Jumlah persisnya tidak tahu. Ada apa saja di RT-nya juga kurang tahu dengan yakin. Dengan (peta) ini semoga nanti bisa terbantu,” lanjutnya.
Kuwu Yadi juga memberikan masukan dan koreksi terhadap titik-titik tertentu di dalam peta yang belum sesuai dengan keadaan sebenarnya. Tidak hanya Kuwu, warga yang hadir juga terlihat antusias dan juga memberikan masukan serta koreksi terhadap gambar di peta yang kurang tepat ataupun kurang lengkap.
Pemetaan Spasial: Proses Partisipatif Bersama Masyarakat
Rektor ISIF, K.H. Marzuki Wahid mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Waruduwur karena sudah memberikan masukan dan koreksi terhadap peta spasial yang dibuat mahasiswa. Rektor juga mengatakan bahwa mahasiswa ISIF yang melakukan PIT di Desa Waruduwur sejatinya sedang belajar.
“Mereka belajar langsung di sini supaya memahami dengan betul bagaimana hidup di tengah masyarakat yang sesungguhnya. Nanti mereka akan kembali di daerahnya masing-masing untuk berkiprah di tengah masyarakatnya,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Dr. A. Syatori dan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Siti Latifah, ME, pada kesempatan itu juga memberikan masukan-masukan penting bagi mahasiswa PIT kelompok Desa Waruduwur.
Peta spasial merupakan peta yang dibuat mahasiswi dan mahasiswa hasil dari kerja lapangan mereka dalam minggu pertama PIT. Di lapangan mereka berkeliling desa setiap hari, menemui orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat, mewawancarai mereka tentang tempat-tempat yang ada di desa, dan membuat peta bersama-sama warga. Hasil dari pengamatan, wawancara, dan menggambar peta bersama warga itulah yang kemudian mereka tuangkan dalam Peta Desa Waruduwur.
Kegiatan Ekspose Peta Spasial merupakan bagian dari proses menggambar peta bersama masyarakat. Dalam kegiatan ini, mahasiswa memaparkan terlebih dulu hasil pemetaan mereka dengan warga untuk kemudian warga sendiri memberikan koreksi dan masukan. Proses tersebut dilakukan agar peta yang dihasilkan benar-benar merupakan peta bersama yang bisa memotret tidak hanya benda-benda mati melainkan juga denyut kehidupan warga.
PIT ISIF dan Model Pembelajaran Berbasis PAR
Pemetaan spasial sendiri merupakan kegiatan pertama sebelum mahasiswa melakukan pemataan-pemetaan selanjutnya yang meliputi pemetaan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Sebagai langkah awal, pemetaan ini berfungsi memberikan gambaran dasar tentang kondisi geografis desa, yang kemudian menjadi landasan dalam memahami berbagai aspek sosial dan ekonomi secara lebih mendalam.
Dengan memahami ruang secara fisik, mahasiswa dapat melihat keterkaitan antara faktor-faktor spasial dengan dinamika sosial dan ekonomi masyarakat. Seluruh proses ini dirancang secara partisipatif, melibatkan warga sebagai subjek aktif dalam penelitian agar hasilnya benar-benar merepresentasikan kondisi nyata di lapangan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Participatory Action Research (PAR) yang menjadi pendekatan dalam desain kegiatan PIT ISIF 2025
Pada 2025, ada empat desa yang menjadi wilayah dampingan mahasiswa ISIF melakukan PIT, yakni Desa Waruduwur Kec. Mundu, Desa Warukawung Kec. Depok, Desa Cikeusal Kec. Gempol di Kab. Cirebon, dan Kelurahan Kesenden di Kota Cirebon. *** (Abdul Rosyidi)
by admin | 24 Dec 2024 | Artikel
ORASI ILMIAH DIREKTUR PENERANGAN AGAMA ISLAM
Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul dalam suasana yang penuh dengan semangat intelektual dan kesadaran moral. Pada kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan orasi ilmiah bertemakan tantangan global yang melibatkan isu dehumanisasi dan perubahan iklim, serta bagaimana peran penting tokoh agama dan kaum cendekia dalam menjawab permasalahan tersebut.
Hadirin yang saya hormati,
Dunia saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks yang semakin mendesak untuk diatasi. Dehumanisasi, yakni penghilangan nilai-nilai kemanusiaan dalam relasi sosial, dan perubahan iklim, sebagai akibat eksploitasi alam yang berlebihan, menjadi dua persoalan yang mengancam eksistensi manusia secara global. Dalam konteks ini, peran tokoh agama dan kaum cendekia tidak lagi dapat dipandang sebagai periferal, tetapi justru harus berada di garis depan untuk menawarkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Dehumanisasi menjadi salah satu fenomena yang marak terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari konflik bersenjata, ketidakadilan sosial, hingga eksploitasi tenaga kerja. Fenomena ini mencerminkan hilangnya nilai kemanusiaan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini, pemikiran KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sangat relevan. Gus Dur pernah mengatakan, “Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah bertanya apa agamamu.” Pernyataan ini mengingatkan kita akan pentingnya mengembalikan esensi kemanusiaan yang inklusif, melampaui sekat-sekat identitas.
Perubahan iklim adalah krisis global yang tak terhindarkan. Peningkatan suhu bumi, penggundulan hutan, kenaikan permukaan laut, dan bencana alam yang semakin sering terjadi adalah tanda-tanda kerusakan ekologis yang tidak bisa diabaikan. Konsekuensi perubahan iklim tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga sosial, menciptakan gelombang baru pengungsi iklim, konflik sumber daya, dan ketidakstabilan ekonomi.
Fenomena dehumanisasi dan perubahan iklim saling berkelindan. Keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam mencerminkan hilangnya kesadaran akan nilai kemanusiaan dan tanggung jawab kolektif terhadap sesama makhluk hidup. Kerusakan ekologi ini tidak hanya berdampak pada alam, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial yang semakin parah, terutama bagi kelompok rentan seperti masyarakat adat, perempuan, dan anak-anak.
Di tengah kompleksitas permasalahan ini, agama memiliki potensi besar sebagai kekuatan moral yang dapat menginspirasi perubahan. Ajaran agama, yang pada dasarnya mengedepankan nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan tanggung jawab, mampu menjadi panduan dalam mengatasi tantangan dehumanisasi dan perubahan iklim. Misalnya, dalam Islam, konsep rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) menekankan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Tokoh agama memiliki peran strategis dalam membangun kembali nilai-nilai kemanusiaan. Melalui dakwah, pendidikan, dan kepemimpinan sosial, mereka dapat mendorong masyarakat untuk mengedepankan solidaritas, empati, dan keadilan. Dalam konteks ini, kita dapat mengambil inspirasi dari Rabi’a al-Adawiyya, seorang tokoh perempuan Islam yang menekankan cinta kepada Tuhan sebagai jalan menuju cinta kepada sesama manusia. Pemikirannya menegaskan bahwa nilai spiritualitas yang tinggi dapat mengembalikan manusia pada fitrah kemanusiaan sejati.
Selain itu, tokoh agama juga perlu mengambil peran dalam advokasi lingkungan. Mereka dapat menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai spiritual, mengajak umat untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya alam. Wangari Maathai, peraih Nobel Perdamaian asal Kenya, adalah contoh perempuan Muslim yang membuktikan bahwa perjuangan lingkungan dapat berdampingan dengan nilai-nilai keagamaan. Gerakannya, Green Belt Movement, mengajarkan bahwa pelestarian lingkungan adalah bentuk ibadah kepada Tuhan.
Hadirin yang saya hormati,
Kaum cendekia memiliki peran penting dalam menyusun narasi intelektual yang berakar pada nilai-nilai kemanusiaan. Kita dapat memberikan analisis kritis terhadap struktur sosial yang menghasilkan dehumanisasi, serta menawarkan solusi yang berbasis keadilan sosial. Dalam hal ini, cendekiawan perlu memadukan wawasan akademik dengan sensitivitas moral untuk menciptakan perubahan yang nyata.
Dalam isu perubahan iklim, cendekiawan memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan urgensi krisis ekologis melalui penelitian, advokasi kebijakan, dan pendidikan publik. Kita juga perlu mendorong inovasi teknologi yang ramah lingkungan dan memastikan bahwa solusi ekologis yang ditawarkan tetap berpihak pada keadilan sosial.
Kerja sama antara tokoh agama dan kaum cendekia menjadi kunci dalam menghadapi tantangan dehumanisasi dan perubahan iklim. Tokoh agama dapat memberikan landasan moral dan spiritual, sementara kaum cendekia menyediakan analisis kritis dan solusi berbasis data. Sinergi ini memungkinkan terciptanya gerakan yang lebih inklusif dan efektif dalam menjawab tantangan global.
Menuju Indonesia Emas 2045, peran tokoh agama dan kaum cendekia menjadi semakin penting. Mereka harus mampu menjadi katalis perubahan dalam masyarakat, baik dalam membangun kembali nilai-nilai kemanusiaan maupun dalam mendorong kesadaran ekologis. Visi Indonesia Emas tidak hanya tentang pembangunan ekonomi, tetapi juga tentang pembangunan manusia dan lingkungan yang berkelanjutan.
Salah satu cara untuk mewujudkan sinergi ini adalah melalui pendidikan. Pendidikan berbasis nilai-nilai kemanusiaan dan kesadaran ekologis perlu menjadi prioritas, baik di tingkat formal maupun informal. Kurikulum yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai spiritual dapat menjadi salah satu solusi jangka panjang.
Meskipun tantangan yang kita hadapi besar, kita harus tetap optimis bahwa perubahan dapat terjadi. Dengan kerja keras, sinergi, dan komitmen, kita dapat mewujudkan dunia yang lebih manusiawi dan ramah lingkungan. Tokoh agama dan kaum cendekia harus menjadi cahaya penuntun dalam perjalanan ini.
Hadirin yang saya hormati,
Di tengah tantangan dehumanisasi dan perubahan iklim, sebuah deklarasi lintas agama yang dilakuan beberapa waktu lalu yakni Deklarasi Istiqlal telah menyerukan pentingnya kolaborasi umat beragama untuk menjaga lingkungan hidup dan melindungi nilai-nilai kemanusiaan. Deklarasi ini mengingatkan kita bahwa tanggung jawab keagamaan tidak hanya berpusat pada hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga pada hubungan horizontal dengan sesama manusia dan alam. Deklarasi tersebut menegaskan bahwa agama harus menjadi landasan moral dalam membangun harmoni antara manusia dan lingkungan.
Semangat dari deklarasi tersebut mengajarkan kita bahwa menjaga bumi adalah bagian dari amanah ilahi. Umat beragama dipanggil untuk memperkuat kesadaran kolektif tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan hidup sebagai bentuk tanggung jawab bersama. Nilai-nilai seperti kasih sayang, keadilan, dan kebersamaan yang diajarkan agama harus menjadi pilar utama dalam upaya global untuk menghadapi tantangan ini. Deklarasi ini juga menjadi pengingat bahwa harmoni antarumat beragama bukan sekadar idealisme, tetapi kunci keberhasilan dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan spirit ini, mari kita jadikan upaya menjaga lingkungan dan mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai bagian dari pengabdian kita kepada Tuhan dan warisan luhur untuk generasi mendatang.
Akhir kata, saya mengajak kita semua untuk menjadikan dehumanisasi dan perubahan iklim sebagai isu bersama yang harus diatasi dengan semangat kolektif. Mari kita berkolaborasi untuk menciptakan dunia yang lebih baik, tidak hanya bagi kita, tetapi juga bagi generasi mendatang. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam upaya mulia ini.
Wallahulmuwafiq Ilaa Awamith Tharieq
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Direktur Penerangan Agama Islam
Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd
— — Orasi ilmiah ini telah disampaikan pada Wisuda Sarjana ISIF Angkatan VIII di Hotel Patra Cirebon pada Senin, 23 Desember 2024.
by admin | 24 Dec 2024 | Berita
ISIF Cirebon — Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon resmi mewisuda puluhan mahasiswa dan mahasiswi, dalam Wisuda Sarjana Angkatan VIII di Ballroom Hotel Patra Cirebon. Acara tersebut berlangsung pada Senin, 23 Desember 2024, mulai pukul 08.00 dan berakhir pukul 13.00 WIB.
Acara wisuda ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk, Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd. (Direktur Penais Kemenag RI), Dr. H. Syamsuddin (KOPERTAIS Wilayah II Jawa Barat), Lies Marcoes Natsir, (Wali Amanah Yayasan Fahmina dan Aktivis Gender Islam), para kyai dari berbagai pondok pesantren, dan para rektor dari berbagai perguruan tinggi.
Rektor ISIF, KH. Marzuki Wahid, dalam sambutannya memberikan pesan kepada para wisudawan dan wisudawati tentang pentingnya menjaga komitmen yang telah diikrarkan saat prosesi wisuda.
“Islam adalah agama keadilan untuk seluruh hamba-Nya dan rahmat bagi seluruh makhluk-Nya. Oleh karena itu, kalian harus menegakkan keadilan, kemaslahatan, kemanusiaan, dan kedamaian untuk semua,” ujar Kiai Marzuki.
Beliau juga menegaskan komitmen ISIF untuk mencetak lulusan yang bermoral dan berilmu, serta mengingatkan agar para alumni tidak terlibat dalam praktik korupsi maupun kekerasan.
“Kami mengharamkan lulusan ISIF untuk terlibat dalam korupsi atau kekerasan dalam bentuk apa pun. Jika ada alumni ISIF yang melanggar nilai ini, kami tak segan untuk mengevaluasi gelar kesarjanaannya,” tambahnya.
Selain itu, Marzuki Wahid juga menekankan pentingnya memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan yang menjadi komitmen dan visi utama ISIF.
“Laki-laki dan perempuan itu setara. Tugas kalian adalah memperjuangkan keadilan dan kesetaraan untuk semua, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk seluruh umat manusia,” tegasnya.
Acara prosesi wisuda ini dipimpin langsung oleh KH. Marzuki Wahid, didampingi segenap pimpinan dan senat akademik ISIF. Prosesi tersebut berlangsung khidmat dan menjadi momen bersejarah bagi puluhan mahasiswa dan mahasiswi yang resmi menyandang gelar sarjana.**