(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

Ini Ceritaku Belajar Toleransi dari Camping Sangalikur

Oleh: Dalpa Waliatul Maula (Mahasantriwa SUPI ISIF Cirebon)

ISIF CIREBON – Saya adalah seorang mahasantriwa SUPI Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) semester satu. Saya bersyukur bisa mengikuti kegiatan Camping Sangalikur, yaitu camping lintas iman. Camping ini diinisiasi oleh paroki dari berbagai gereja se-wilayah III Cirebon.

Melalui kegiatan camping lintas iman ini, saya belajar tentang bagaimana pentingnya saling mengenal, menghargai dan juga menghormati setiap keyakinan orang lain. Di sini saya bertemu dengan sekitar 70 teman dari berbagai latar belakang yang berbeda, ada yang Kristen, Hindu, Katolik dan ada juga teman-teman dari penghayat Sunda Wiwitan.

Sejak kecil saya sering mendengar bahwa sebagai muslimah yang baik, kita tidak boleh bergaul atau berteman dengan orang yang berbeda agama. Sebab, khawatir akan mendorong kita untuk pindah agama. Sebenarnya narasi-narasi ini juga sering aku dengar sih di media sosial, terutama di setiap hari Natal tiba.

Tapi, sejak masuk dan belajar di ISIF, aku diajarkan untuk berani membuka diri dan tidak takut untuk bergaul dengan orang yang berbeda denganku, baik beda agama, suku, ras ataupun keyakinan yang lain. Maka dari itu, aku tertarik ketika pertama kali diajak untuk ikut Camping Sangalikur. Aku berpikir bahwa dengan ikut belajar di kegiatan ini akan menambah wawasanku tentang makna toleransi.

Sebelum berangkat ke lokasi camping, saya dan teman-teman peserta yang lain berkumpul di Gereja Bunda Maria Cirebon. Itu adalah pengalaman pertamaku masuk ke rumah ibadah teman-teman Katolik. Awalnya ada rasa takut dan khawatir, namun aku melihat bahwa orang-orang di sana sangat ramah dan sama sekali tidak menakutkan seperti yang sering aku dengar. Dan dengan cepat aku pun mendapatkan teman yaitu Kak Dwi. Dia adalah salah satu remaja yang aktif di Gereja Bunda Maria.

Melalui obrolan ringan bersama Kak Dwi, aku jadi tau bahwa bahwa yang diajarkan di agama Kristen juga tidak jauh berbeda dengan Islam, yaitu selalu mendorong umatnya untuk selalu berbuat baik, menebar manfaat dan saling meberikan kasih sayang kepada seluruh manusia.

Selain itu, di Kristen juga ternyata ada budaya ziarahnya lho. Ah ternyata sikap berprasangka buruk itu emang timbul dari kurangnya pengetahuan kita tentang relaitas yang ada di lingkungan kita.

Setelah menunggu peserta kupul semua, akhirnya kami berangkat ke lokasi camping. Selama perjalanan dari Cirebon ke lokasi, aku senang sekali mendapatkan banyak teman yang asik dan santai. Sehingga tanpa waktu yang lamu, aku pun mendapatkan banyak teman.

Sebelum kegiatan di mulai, kami secara bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya. Aku pikir selain untuk menujukan rasa nasionalisme kita sebagai warga Indonesia, lagu ini juga mengingatkan kita bahwa walaupun kita berbeda, tapi kita harus tetap bersatu. Sebagaimana yang disampaikan oleh Buya Husein Muhammad bahwa perbedaan itu adalah anugerah Tuhan yang Maha Esa.

Setelah itu, kami juga diajak untuk bermain satu game yang menurutku game ini membuat kami tambah saling mengenal satu sama lain. Sebab, dalam game tersebut kami saling berkenalan sambil menyampaikan kesan dan harapan setelah mengikuti Camping Sangalikur.

Selain acara yang dikemas secara asik, juga materi yang disampaikan oleh para narasumber juga keren-keren. Misalnya materi mengenai moderasi beragama yang disampaikan oleh Pak Marzuki Wahid. Beliau menyampaikan bahwa Tuhan itu memang satu, tapi cara penyebutan dan jalan menuju Tuhan itu banyak.

Dengan begitu, kita tidak perlu heboh dengan keragaman tersebut, justru harus kita rayakan dengan cara saling menghargai dan menghormati pilihan orang lain.

Selain itu, Pak Marzuki juga menambahkan bahwa mengutamakan kemanusiaan di atas segala sesuatu itu sangat penting, sebagaimana yang telah diteladankan oleh Gus Dur. Gus Dur tidak pernah memandang orang yang berbeda itu rendah, sebab sejatinya di hadapan Tuhan semua manusia itu sama. Yang membedakankan ialah tingkat ketakwaannya, bukan agama ataupun latar belakang sosial lainnya.

Lalu yang terakhir, selain bersyukur bisa mengikuti camping lintas iman, aku juga berharap lebih banyak anak muda yang bisa ikut terlibat dalam ruang-ruang dialog lintas iman. Karena dengan ruang dialog seperti ini, kita bisa saling mengenal satu sama lain, saling berbagi cerita, pengalaman dan membangun relasi pertemanan yang solid. Karena seperti pepatah yang sering kita dengar bahwa “Tak kenal, maka tak sayang. Kalau udah kenal bisa lah kita jadi teman”. []

Nilai-Nilai Pendidikan Cinta Tanah Air Dalam Kitab “Hey Kabeh Bocah”

(sumber foto: jabar.nu.or.id)

Oleh : Ahmad Kamali Hairo (Alumni Pesantren Winong dan Direktur LADADI Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon)

Rasa nasionalisme adalah sikap kebangsaan atau cinta tanah air suatu bangsa  yang tumbuh karena cinta terhadap bumi kelahirannya. Terusirnya kolonialisme-kolonialisme yang bercokol menjajah bangsa Indonesia, tidak lain karena tumbuhnya kekuatan rasa nasionalisme bangsa Indonesia untuk melepaskan diri mereka dari sistem perbudakan kemanusian itu.

Para pejuang Indonesia tanpa mengenal lelah, bahkan rela berkorban demi bangsa dan negaranya, tidak lain karena begitu sangat mengakarnya rasa cinta tanah air dalam hati mereka, hingga terwujudlah simbol hubbul watol minal iman sebagai kekuatan untuk menumbuhkan nilai-nilai pendidikan toleransi pada generasi bangsa selanjutnya.

Suatu bangsa atau negara yang tidak memiliki sistem pendidikan nasionalisme akan mudah dihancurkan oleh musuh negara. Pendidikan toleransi bukan hanya sekedar simbol kecintaan terhadap tanah air, lebih dari itu yaitu sebagai simbol perlawanan terhadap sistem kolonialisme, kapitalisme, radikalisme, dan liberalisme yang dapat merusak keutuhan suatu bangsa.

Munculnya kelompok-kelompok ekstrimis di suatu negara merupakan sebuah bukti bahwa rasa nasionalisme pada benak bangsanya telah mulai menipis dan luntur. Disinilah peran penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan nasional untuk menerapkan pendidikan nasionalisme atau cinta tanah air kepada peserta didiknya melalui rumusan kurikulum yang berbasis pada Pancasila.

Dalam konteks ilmu akhlak, rasa nasionalisme atau cinta tanah air merupakan bagian dari moral, yaitu sikap setia kepada Allah sebagai Tuhan yang menciptakan alam semesta ini, sebagai salah satu wujud ketakwaan manusia selain berbakti kepada Allah, Rasul, dan orang tua. Hal itu sebagaimana yang dituliskan oleh KH. Mustahdi Hasbullah dalam kitabnya “Hey Kabeh Bocah”, yaitu:

Supaya dadi lanang sejati

Lamona wadon, wadon kang bakti

(Supaya menjadi lanang sejati,

Kalau perempuan menjadi perempuan sejati)

Bakti ing Allah lan utusane

Lan tanah air lan wong tuane

(Berbakti kepada Allag dan utusannya,

Dan tanah air serta orang tuannya)

Petikan syair di atas, menejelaskan bahwa cinta tanah air bukan hanya sekedar simbol-simbol kebangsaan, melainkan sebuah perilaku positif yang harus dimiliki oleh setiap bangsa. Dengan nasionalisme, suatu bangsa atau negara akan tetap utuh dan berjaya di atas penjajahan dunia. Perilaku nasionalisme bisa diaplikasin melalui beberapa kegiatan yang memiliki nilai edukatif bagi peningkatan  daya semangat nasionalisme apapun itu bentuknya. Nilai-nilai pendidikan cinta tanah air yang dirumuskan oleh KH. Mustahdi adalah konsep nasionalisme sebagai wujud dari moral bangsa sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Hubungan Toleransi, Cinta Tanah Air dan Moral

Toleransi adalah sikap saling menghargai dalam dinamika perbedaan kehidupa manusia. Sedangkan cinta tanah air adalah sikap kesetiaan terhadap bangsa dan negara. Keduanya merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam konteks kebangsaan. Karena nilai-nilai toleransi terwujud dari nilai-nilai cinta tanah air, begitupun dengan sebaliknya.

Cinta tanah air adalah perasaan yang timbul dari dalam hati sanubari seorang warga negara, untuk mengabdi, memelihara, membela, melindungi tanah airnya dari segala ancaman dan gangguan. Rasa cinta tanah air adalah rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa menghargai, rasa menghormati dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap individu pada negara tempat ia tinggal yang tercermin dari perilaku membela tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat atau budaya yang ada dinegaranya dengan melestarikan alam dan lingkungan. Belajar dengan tekun hingga kita juga dapat ikut mengabdi dan membangun negera kita agar tidak ketinggalan dari bangsa lain. Menjaga kelastarian lingkungan, tidak memilih-milih teman, berbakti kepada nusa dan bangsa, serta kepada kedua orang tua.

Toleransi merupakan sebuah sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas , misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.

Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.

Dari beberapa uraian di atas, menegaskan bahwa sikap toleran dan sikap cinta tanah air atau nasionalisme merupakan sebuah wawasan kebangsaan yang bertitik pada sebuah moral bangsa. Jadi hubungan keduanya, bukan hanya sekedar simbol-simbol kebangsaan saja, tetapi sudah menjadi moral atau jati diri bagi sebuah bangsa itu sendiri. Karena identitas sebuah bangsa akan di akui oleh dunia, ketika bangsa itu memiliki moral bangsa.[]