Oleh: Siti Robiah (Presiden BEM ISIF)
ISIF CIREBON – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) merupakan salah satu kampus Islam di kota Cirebon. Terletak tidak jauh dari pusat kota, ISIF yang berlokasi di Jl. Swasembada No. 15 Majasem-Karyamuya Cirebon ini, kini sudah memiliki tiga Fakultas yaitu Tarbiyah, Syari’ah dan Ushuluddin. Dengan Program Studi Pendidkan Agama Islam, Ekonomi Syariah, Hukum Keluarga Islam serta Ilmu Alquran dan Tafsir.
ISIF didirikan tepat pada 1 September 2007. Sejarah berdirinya ISIF dilatarbelakangi atas permintaan masyarakat yang disampaikan pada resepsi ulang tahun Fahmina yang ke 7 pada tahun 2007 di Cirebon. Fahmina sendiri merupakan NGO (organisasi non pemerintah) yang berfokus pada gerakan sosial kemanusiaan. Fahmina berdiri pada November tahun 2000 dan memiliki tujuan ingin mewujudkan peradaban manusia yang bermartabat dan berkeadilan berbasis kesadaran kritis tradisi pesantren.
ISIF hadir bukan hanya sebagai lembaga yang fokus dalam memberikan pemahaman tentang agama Islam saja, namlebih dari itu, ISIF ingin menjadi lembaga yang bisa mewakili dan berkontribusi dalam perubahan sosial masyarakat secara keseluruhan.
Visi dari ISIF ialah ingin menjadi pendidikan tinggi Islam terdepan berbasis riset dan transformasi sosial, dan menjadi referensi akademik terkait Islam Indonesia yang toleran, adil, setara, dan menghargai tradisi lokal di Indonesia pada tahun 2036.
ISIF didirikan sebagai salah satu upaya mendukung cita-cita sosial perjuangan Fahmina, yaitu dilakukan dengan cara: pertama, menghasilkan sarjana Islam yang berintegritas, humanis, adil, dan transformatif, yang disingkat Sarjana Islam BERHATI. Yakni, sarjana Islam yang berperspektif kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kebinekaan, dan kearifan lokal dalam pengetahuan holistik keislaman yang transformatif. Kedua, menghasilkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan keislaman yang menjawab tantangan zaman dan bermanfaat bagi kemajuan dan kemaslahatan kehidupan masyarakat yang bermartabat dan berkeadilan.
Sebagai salah satu mahasiswa yang saat ini sedang menempuh pendidikan di ISIF saya saya menyadari ada beberapa hal yang membedakan antara ISIF dengan perguruan tinggi lain terutama dalam melihat titik fokus utamanya. Sebagai contoh ISIF secara konsisten selalu mengangkat isu-isu sosial masyarakat terutama dalam melihat relasi keadilan gender.
Dr.(HC) KH. Husein Muhammad, salah satu pendiri yayasan Fahmina berbagi pandangannya bahwa ISIF ingin mewujudkan cita-citanya sebagai perguruan tinggi Islam terdepan dalam riset Islam, gender, dan transformasi sosial, dan menjadi referensi akademik terkait Islam Indonesia yang toleran, adil, serta menghargai kebhinekaan dan tradisi lokal, sebagaimana dikutip dari laman fahmina.or.id.
Dalam upaya mewujudkan cita-cita tersebut ISIF menerapkan beberapa kebijakan dalam sistem pendidikannya. Misalnya penanaman perspektif , ISIF menekankan bagi setiap civitas akademika agar semua proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus memiliki perspektif kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, keragaman, dan kearifan lokal. Bahkan ketajaman perspektif ini dijadikan syarat wajib kelulusan yang diujikan bagi setiap mahasiswanya .
Hal menarik lain adalah paradigma keilmuan ISIF yaitu berlandaskan teori “Islam Transformatif”, yakni Islam yang membebaskan dan mengubah kehidupan sosial menuju keadilan, kemaslahatan, dan kemanusiaan. Tentu saja dengan tetap mempertahankan tradisi pesantren berdasarkan Al-Qur’an Hadits dan kitab klasik yang disesuaikan dengan zaman.
Tujuan Berdirinya ISIF
Rektor ISIF saat ini, KH. Marzuki Wahid, menjelaskan ada dua tujuan ISIF didirikan. Pertama, menghasilkan sarjana Islam yang berintegritas, berperspektif kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kebhinekaan, dan kearifan lokal dalam pengetahuan holistik keislaman yang transformatif.
Kedua, ingin menghasilkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan keIslaman yang menjawab tantangan zaman dan bermanfaat bagi kemajuan dan kemaslahatan kehidupan masyarakat yang bermartabat dan berkeadilan.
Oleh karena itu dalam proses pendidikannya, ISIF menganut paradigma pendidikan kritis yang membebaskan. Pendidikan pembebasan merupakan kesadaran atas ketidakadilan dan ketertindasan yang menggerakkan transformasi.
Untuk mendukung tujuan-tujuan tersebut ISIF mencoba berbagai metode sebagai upaya merealisasikan cita-cita menjadi Perguruan Tinggi Islam terdepan dalam riset Islam, gender, dan transformasi sosial. Kita bisa melihat dari program-program pendidikan yang ISIF terapkan yang cukup membedakan ISIF dengan perguruan tinggi Islam yang lain.
Bukan KKN, Namun PIT
Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang biasa kita kenal dan lumrah di perguruan tinggi lain, memiliki istilah berbeda dengan yang ISIF terapkan, yakni PIT (Praktik Islamologi Terapan); pembelajaran di lapangan selama 2 bulan dengan cara belajar langsung ke masyarakat dan mencoba mempraktekkan dan menerapkan ilmu-ilmu keislaman yang selama ini telah dipelajari.
PIT di ISIF memiliki metododologi khusus yaitu dengan menggunakan metode Participatory Action Research (PAR). Metode ini sudah dikenalkan sejak kami di semester 2. Participatory Action Research (PAR) adalah sebuah penelitian dimana peneliti melibatkan diri dalam perubahan sosial di masyarakat. Tujuannya ingin mendorong penemuan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi perubahan dan bisa membumikan hasil riset yang benilai kemanusiaan dan berkeadilan.
Oleh karena itu, sebagai peneliti kita dituntut punya tanggung jawab untuk memiliki kepekaan sosial yang tinggi, selain itu kita hendaknya memiliki kemampuan tentang analisis sosial, pengorganisasian masyarakat, sosiologi pedesaan, antropologi sosial, dan advokasi tajam menganalisa dengan tetap menggunakan perpektif tadi.
Keuntungannya dari PAR ini kita menjadi lebih jeli dalam melihat kondisi sosial masyarakat. Tidak berhenti melihat saja tapi kita akan terpancing untuk mengulik dan bertanya lebih dalam lagi. Pemahaman perspektif yang mendalam membantu kita untuk mudah melihat perubahan sosial masyarakat dari sisi kemanusiaan dan keadilan bagi setiap lapisan.
Hal ini saya alami sendiri saat melalukan penelitian dengan metode PAR. Dari penelitian ini saya mendapat kesan dan pelajaran berharga, walaupun saat itu saya baru menginjak semester 2. Suatu hal yang awalnya sangat saya khawatirkan karena menurut saya semester 2 terlalu dini untuk terjun ke masyarakat.
Namun berkat PAR yang kami jalani selama kurang lebih 10 hari. Saya merasa terbantu dalam melihat dan mengamati kondisi masyarakat, bekal perspektif bisa membuat kita lebih peka karena ada banyak hal yang sering kita abaikan padahal ini adalah sebuah permasalahan dalam kehidupan sosial masyarakat kita. Karena bagaimanapun sebagai mahasiswa kita punya tanggungjawab untuk menjadi bagian dari agen perubahan terutama dalam melihat fenomena lingkungan sekitar kita. PAR bisa menjadi bahan gambaran awal untuk mengenal masyarakat yang bisa membantu untuk PIT di semester nanti.
Rektor kami KH Marzuki Wahid dalam tulisannya di web resmi ISIF mengatakan bahwa kapasitas dosen dan mahasiswa ISIF yang harus dimiliki adalah menguasai metodologi participatory action research (PAR), analisis sosial, pengorganisasian masyarakat, sosiologi pedesaan, antropologi sosial, dan advokasi, serta terjun langsung ke masyarakat desa yang menjadi kawasan studi.
Sejalan dengan pernyataan di atas melalui PAR kita diajak untuk mulai peka dalam mengenal dan membaca apa saja fenomena sosial di masyarakat. Dengan demikian, PAR bisa menjadi hal yang penting untuk membantu proses penelitian kita.
Saya menjadi mengerti ISIF menumbuhkan semangat bukan hanya berfokus pada dunia pendidikan saja. Tapi ISIF sangat menekankan pada proses pelibatan setiap mahasiswa nya untuk mulai peka terhadap fenomena masyarakat sekitar. Harapannya ketika sudah lulus kita tidak segan dan enggan untuk hadir dan berbaur dengan masyarakat sebagai upaya untuk mendorong perubahan peradaban menuju lebih baik dengan berlandaskan prinsip keislaman.
Program SUPI
Sebagai kampus berbasis Islam tentunya ini menjadi bagian dakwah yang perlu kita lestarikan. Islam harus dikenalkan sesuai fitrahnya yaitu sebagai rahmatan lil alamin. ISIF sangat mendorong tradisi pesantren sebagai bentuk upaya perubahan sosial. Maka, adanya program SUPI atau Sarjana Ulama Perempuan Indonesia adalah angin segar untuk menjadi alternatif pilihan bagi individu yang memiliki semangat belajar pengetahuan umum dan keagamaan serta bercita-cita ingin memperjuangkan keadilan.
SUPI merupakan program beasiswa full untuk mahasiswa yang ingin dan semangat menuntut ilmu di perguruan tinggi. SUPI hadir dengan mempertahankan tradisi pesantren yang mengkaji kitab kuning tapi dengan memakai perspektif yang lebih tajam dan tidak bias gender. Setiap mahasiswa yang ikut dalam program ini haruslah bersedia untuk tinggal dan menetap di asrama yang sudah disiapkan. Tujuannya agar lebih efektif dalam mencapai tujuan namun tetap seimbang mengkaji ilmu pengetahuan umum dan keagamaan.
SUPI mengintegrasikan pendidikan formal ISIF (Institut Studi Islam Fahmina) dengan Pesantren Fahmina. Oleh karena itu, dalam pengajarannya akan saling terikat seperti yang disampaikan pengasuh Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina sekaligus rektor ISIF Marzuki Wahid bahwa” Di sini kuliahnya adalah pesantren dan pesantrennya adalah kuliah”, sehingga dengan demikianISIF dengan pesantren Luhur Manhajiy Fahmina itu terintegrasi, menjadi satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan”
Fahmina, ISIF dan SUPI menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dalam upaya mewujudkan cita-cita membangun peradaban yang lebih baik memang tidak mudah dalam prakteknya mewujudkan cita-cita tersebut. Akan tetapi hendaknya kita semua sebagai bagian dari ISIF haruslah tetap semangat dan terus berinovasi mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
Tulisan ini bukan semata-mata karena ingin mengunggulkan profil kampus saya. Akan tetapi harapannya semoga tulisan ini bisa menjadi motivasi dan mendorong semangat baru untuk terus berupa mengupayakan kerja-kerja kebaikan dan memberi kemanfaatan.