(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

ISIF Cirebon – Toleransi adalah salah satu nilai mulia dalam Islam yang sering kali kita dengar, tapi belum tentu kita pahami secara utuh. Dalam istilah Arab, toleransi disebut al-tasamuh atau al-samahah, yang bermakna lapang dada, memberi ruang kepada orang lain, dan tidak memaksakan kehendak. Singkatnya, toleransi berarti tepo seliro dan tenggang rasa dalam kehidupan sosial.

Dalam perkembangannya kemudian penyebutan toleransi “tasamuh” mengandung makna suatu pandangan sikap mental dan cara bertindak memudahkan, lapang dada, lega hati dan berkenan memberi ruang kepada orang lain tidak mempersulit, atau memberatkan atau memaksakan kehendak kepada orang lain.

Dalam praktiknya, toleransi bukan hanya soal “mengizinkan” orang lain berbeda, tapi juga soal menyambut perbedaan itu dengan hati terbuka. Islam mendorong pemeluknya untuk menerima realitas keberagaman, bukan menolak atau menafikannya.

Namun, penting untuk dipahami bahwa menghargai perbedaan agama tidak berarti menyamakan semua agama atau mencampuradukkan keyakinan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan prinsip kebebasan beragama: “Lakum dinukum wa liya din” — “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Artinya, setiap orang punya hak dan kebebasan untuk meyakini dan menjalankan agamanya masing-masing.

Di tengah masyarakat yang semakin beragam dan kompleks, kemampuan untuk hidup berdampingan secara damai menjadi kebutuhan mendasar. Islam, sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam, telah lama menanamkan nilai-nilai toleransi sebagai bagian penting dari ajarannya.

Salah satu ulama besar, Syeikh Wahbah Az-Zuhaili, sebagaimana ditulis oleh Buya Husein dalam buku ‘Toleransi dalam Islam,’ menyebutkan bahwa ada lima fondasi utama toleransi dalam Islam.

  1. Persaudaraan atas dasar kemanusiaan (al-ikhwan al-insani).

Islam memandang seluruh manusia sebagai saudara, tanpa memandang suku, bangsa, atau agama. Islam telah mengajarkan kita bahwa semua manusia berasal dari satu jiwa dan harus saling menghormati sebagaimana tercantum dalam  Al-Qur’an.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءًۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا ۝١

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (Q.S. An-Nisa [4:1])

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa untuk meraih tujuan tersebut manusia perlu menjalin persatuan dan kesatuan, serta menanamkan kasih sayang antara sesama. Maka, tak ada alasan untuk merasa lebih unggul dari orang lain hanya karena perbedaan identitas.

  1. Pengakuan dan penghormatan terhadap yang lain (al i’tiraf bi al-akhar wa ihtiramuh)

Islam mengajarkan kita untuk mengakui dan menghormati eksistensi orang lain. Artinya, kita tidak boleh merendahkan keyakinan atau pilihan hidup orang lain, meskipun berbeda dengan kita.

Pengakuan atas eksistensi orang lain dengan keyakinannya sesungguhnya adalah sikap mengakui fakta dan realitas akan eksistensi agama-agama yang dipeluk oleh umat manusia yang berbeda-beda dan harus dihormati. Pengakuan atas pluralisme dan toleransi antar umat beragama hanya berarti memberikan penghargaan kepada pemeluk agama untuk menjalankan keyakinannya masing-masing.

  1. Kesetaraan manusia (al-musawah baina an-nas jami’an)

Semua manusia dipandang setara di hadapan Allah. Tidak ada keistimewaan berdasarkan warna kulit, status sosial, atau keyakinan. Prinsip ini menekankan bahwa semua manusia memiliki nilai yang sama di hadapan Allah, terlepas dari perbedaan ras, sosial, atau agama mereka. Yang membedakan derajat seseorang di sisi Allah adalah tingkat ketakwaannya atau ketaatannya kepada Allah. 

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Hujurat, ayat 13, Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.” (Q.S. Al-Hujurat [49:13])

  1. Keadilan sosial dan hukum (al-’adI fi at-ta’amul)

Toleransi juga berarti berlaku adil terhadap siapa pun, termasuk kepada mereka yang berbeda agama. Keadilan tidak boleh berat sebelah hanya karena perbedaan identitas. Toleransi tidak hanya berarti menerima keberagaman, tetapi juga berlaku adil terhadap semua orang, termasuk mereka yang berbeda agama. Keadilan harus diterapkan secara objektif, tidak memihak, dan tidak dipengaruhi oleh perbedaan identitas seperti agama.

  1. Kebebasan yang diatur oleh undang-undang (aI-hurriyyah al-munazzamah)

Islam menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan beragama. Namun kebebasan itu juga harus dijaga agar tidak menimbulkan konflik dan tetap menghormati hak orang lain. Dalam konteks Indonesia hal ini sudah terjamin dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. 

Toleransi dalam Islam bukan sekadar wacana, melainkan nilai yang hidup dalam setiap ajarannya. Saat dunia menghadapi banyak konflik atas nama perbedaan, Islam hadir membawa pesan damai yang relevan sepanjang zaman. Mari saling menghargai, berdampingan dengan damai, dan menebar kasih sayang sesama umat manusia.

 

63