(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

Oleh: Marzuki Wahid (Rektor Institut Studi Islam Fahmina Cirebon dan Khadim Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina, Cirebon)

ISIF Cirebon —  Jika ada yang mengatakan “the function of leadership is to produce more leaders, not more followers… Your principal moral obligation as a leader is to develop the skill‑set, ‘soft’ and ‘hard,’ of every one of the people in your charge…,” atau “pemimpin sejati menciptakan lebih banyak pemimpin, bukan lebih banyak pengikut,” maka Mas Imam–panggilan akrab dari KH. M. Imam Aziz, adalah pemimpin sejati itu.

Beliau bukan sosok yang suka tampil di atas panggung dan media publik, bukan tipe tokoh yang bangga dipuja-puji namanya, dan bukan pula kiai yang suka membangun followers untuk melayani dan membantu kariernya.

Kiprah dan Gerakan

Dengan caranya yang khas, penuh kesederhanaan, kesabaran, dan ketelatenan, beliau lebih suka melayani, membersamai, mendampingi, dan mengayomi para kader yang berada di bawahnya. Mengajari kader-kadernya untuk membaca realitas, mengeja teori, mengunyah perspektif, hingga menuangkannya dalam bentuk aksi gerakan dan tulisan yang bisa dibaca orang lain.

Komitmen ini dilakukannya secara istiqâmah dan mudâwamah sejak IAIN Yogyakarta mencatatnya sebagai mahasiswa hingga ajal menjemputnya. Beliau rela lulus S1 lebih dari 10 tahun karena komitmen ini. Dengan caranya ini, pada tahun 1992 lahir LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial), lembaga kajian keislaman dan penerbitan yang sangat digemari kalangan muda Islam karena kritisisme dan progresivitasnya dalam membaca Islam dan dunia.

Dalam kerja-kerja advokasi, pada tahun 2000 beliau menggagas gerakan Syarikat (Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat), suatu gerakan sosial kemanusiaan yang konsen pada rekonsiliasi kultural atas tragedi politik kemanusiaan tahun 1965, di mana eks PKI menjadi korbannya selama bertahun-tahun.

Dalam bidang pendidikan, pada tahun 2018 dengan kharismanya beliau menggerakkan pendirian pendidikan sekolah dan pesantren Bumi Cendekia di Sleman Yogyakarta. Integrasi sekolah dan pesantren yang sangat digandrungi generasi Milenial dan Gen Z, karena memadukan tradisi klasik pesantren dengan kebutuhan kontemporer revolusi industri 5.0.

Tidak hanya itu, Mas Imam juga aktif di organisasi keagamaan NU. Lama aktif dan menjadi penggerak Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LKPSM) PWNU DI Yogyakarta. Lalu, selama dua periode pada 2010-2021 menjadi salah seorang ketua dalam jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Karena dedikasi dan amanahnya, Mas Imam juga dipercaya menjadi Ketua Panitia Muktamar NU dua kali berturut-turut, yakni Muktamar NU ke-33 di Jombang dan Muktamar NU ke-34 di Lampung.

Kepemimpinan Transformatif 

Dari sejumlah rintisan yang dilakukan, telah banyak pemimpin lahir menghiasi zamannya. Para pemimpin ini merasa memperoleh penguatan, pencerahan, dan kemampuan, baik dari LKiS, Syarikat, Bumi Cendekia, maupun pendampingan langsung Mas Imam. Kepemimpinan mereka tersebar pada wilayah intelektual, politik, budaya, maupun jurnalistik.

Kata John Maxwell, kepemimpinan bukan hanya tentang jabatan atau posisi. Tetapi tentang pengaruh yang mampu membawa perubahan transformatif pada individu dan organisasi. Dalam kerangka tangga kepemimpinan Maxwell, Mas Imam bisa dimasukkan dalam level keempat, yakni kepemimpinan people development.

Mas Imam telah berinvestasi dalam pertumbuhan dan pengembangan pemimpin baru. Orang mengikuti Mas Imam karena pemimpin tersebut membantu mereka tumbuh dan berkembang bersamanya. Orang mengikuti Mas Imam bukan karena position (level terendah), bukan permission (level kedua), bukan semata production (level ketiga), tetapi juga belum pada level puncak (pinnacle). Akan tetapi, bisa jadi karena warisan kepemimpinannya yang berkelanjutan, Mas Imam naik pada kepemimpinan puncak (pinnacle), di mana orang mengikuti pemimpin karena visi perjuangan dan kharismanya yang mampu menginspirasi generasi mendatang.

Warisan Pemikiran Mas Imam

“Islam harus menjadi kekuatan pembebas—yang berpihak pada kaum tertindas, membebaskan dari kejumudan, dan mendorong lahirnya masyarakat yang adil, setara, dan bermartabat.” Inilah inti pemikiran Mas Imam yang paling berpengaruh terhadap kehidupan dan generasi bangsa.

Pemikiran dan gerakan Mas Imam dapat simplifikasi ke dalam tiga pilar yang masih relevan untuk masa depan bangsa dan peradaban.

Pertama, transformasi intelektual: Islam sebagai gerakan kritis dan progresif. Dalam banyak tulisannya, Mas Imam menolak Islam yang hanya bersifat normatif dan simbolik. Baginya, Islam harus menjadi nalar kritis terhadap segala bentuk ketimpangan dan ketidakadilan, baik yang dilakukan oleh negara, agama, maupun masyarakat. Dalam gerakannya, Mas Imam telah ikut melahirkan generasi intelektual muslim yang berpikir bebas, bernalar kritis, dan berpihak pada keadilan dan kemanusiaan. Tugas kita bukan sekadar menjaga tradisi, tapi menghidupkan tradisi agar tetap menjawab zaman.

Kedua, etika keislaman yang berpihak pada keadilan sosial. Bagi Mas Imam, keberislaman seseorang tak hanya ditentukan oleh ibadah ritual, tetapi sejauh mana agama itu mendorong perubahan sosial. Islam, menurutnya, harus berpihak pada kaum tertindas, kelompok rentan, perempuan yang didiskriminasi, dan masyarakat yang diobjektivikasi. Islam yang tak membela kaum tertindas adalah Islam yang kehilangan ruhnya.

Ketiga, revitalisasi pesantren sebagai agen perubahan. Mas Imam sepanjang hidupnya memperjuangkan agar pesantren tidak hanya menjadi benteng moral, tapi juga menjadi pusat transformasi sosial. Dalam pandangannya, pesantren tidak hanya sebagai kekuatan budaya dan spiritual. Tetapi juga sebagai ruang edukasi politik, advokasi hak, dan penguatan demokrasi. Mas Imam pun mendorong pesantren untuk membuka diri terhadap ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu budaya, HAM, gender, dan demokrasi. Pesantren bukan hanya tempat mengaji, tapi tempat menempa diri untuk mengubah dunia agar lebih baik.

Selamat jalan, Mas Imam. Warisan pemikiran dan gerakanmu akan terus menginspirasi dan mengubah peradaban ke arah yang lebih manusiawi, adil, dan bermartabat.***

 

103