by Admin | 23 Aug 2023 | Publikasi dan Kegiatan SUPI
Oleh: Alvi Deirifani (Mahasantriwa SUPI ISIF Cirebon)
ISIF CIREBON – Dalam bulan Ramadhan kali ini, alhamdulillah saya masih diberi kesempatan untuk bisa mengikuti pengajian kitab Sittin al-‘Adliyyah. Kitab ini merupakan kitab yang menjelaskan tentang 60 hadis hak-hak perempuan. Dalam pertemuan pertama, sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Nurul Bahrul Ulum (pengkaji kitab Sittin al-‘Adliyah), ada salah satu hadis yang bagi saya cukup menarik untuk dibahas, yaitu tentang pentingnya memiliki akhlak dan berperilaku yang baik kepada semua umat manusia.
Perintah untuk memiliki akhlak dan perilaku yang baik kepada semua umat manusia itu merujuk pada salah satu hadis Nabi Muhammad Saw seperti yang diriwayatkan oleh Sunan at-Tirmidzi. Hadis tersebut sebagai berikut:
عَنْ جَابِر بن عبد الله رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم – قَالَ «إن من أحبكُمْ إِلي وَأَقْرَيَكُمْ مِنّى مَجْلِسًا يوم الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقَا وَإِنَّ أبْعضَكُمْ إِلَى وَأَبْعَدَكُمْ مِنّى مَجْلِسًا يوم الْقِيَامَةِ الثرثارُونَ والمتشدقون وَالْمُتَفَيهِقُونَ ». رواه الترمذي في سننه ١٢١ .
Artinya: Jabir bin Abdillah Ra menuturkan bahwa Rasululah Saw bersabda, “orang yang paling aku cintai dan paling dekat dengan tempatku kelak di hari kiamat adalah mereka yang memiliki akhlak mulia. Sementara, orang yang paling aku benci dan tempatnya paling jauh dariku kelak di hari kiamat, adalah mereka yang keras dan rakus, suka menghina dan sombong.” (Sunan at-Tirmidzi).
Dalam hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw meminta kepada seluruh umat Islam untuk selalu menjaga akhlak dan berperilaku baik kepada semua umat manusia. Baik itu kepada laki-laki dan perempuan, maupun kepada mereka yang berbeda agama dengan kita.
Akhlak adalah Pondasi
Pentingnya menjaga akhlak dan berperilaku baik ini bagi saya merupakan pondasi yang harus terus kita kokohkan. Apalagi jika kita mau melihat realitas kehidupan kita banyak sekali orang-orang yang sudah tidak memiliki akhlak dan perilaku yang baik.
Misalnya, hingga saat ini masih banyaknya perempuan yang menjadi korban pelecehan. Jika kita merujuk data dari Komnas Perempuan tahun 2022 menyebutkan bahwa kasus pelecahan seksual meningkat tajam dari tahun 2021.
Pada tahun 2022 tercatat kasus kekerasan seksual sebanyak 9.588 kasus. Sedangkan pada tahun 2021 kasus pelecehan seksual sebanyak 4.162 kasus.
Dari data tersebut saya meyakini bahwa salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah banyaknya pelaku pelecehan yang tidak mempunyai akhlak dan perilaku yang baik kepada perempuan. Para pelaku masih memandang bahwa para perempuan itu adalah makhluk seksual yang layak untuk dilecehkan.
Tentu saja, pandangan tersebut menurut saya adalah salah besar. Karena sebagaimana yang sering Ibu Nurul sebutkan bahwa perempuan itu bukan makhluk seksual, tapi perempuan adalah makhluk intelektual dan spiritual. Oleh sebab itu, para perempuan juga layak untuk kita hargai, hormati dan lindungi.
Semua Makhluk Wajib Kita Hormati dan Muliakan
Maka dari itu, penting rasanya untuk kita semua agar kita semua memiliki akhlak dan perilaku yang baik. Karena dengan memiliki akhlak dan perilaku yang baik dapat menjadikan diri kita menjadi pribadi yang memiliki pandangan kepada semua makhluk hidup itu wajib untuk kita hormati dan muliakan. Bukan untuk kita lecehkan atau menjadi objek seksual.
Bahkan dengan memiliki akhlak dan perilaku yang baik ini, masih menurut hadis di atas menjadi salah satu amalan yang sangat Rasulullah Saw cintai. Terlebih Nabi Saw sendiri telah menjanjikan kelak nanti di hari kiamat, ia akan duduk dekat dengan Nabi Muhammad Saw.
Oleh sebab itu, mari kita semua untuk mulai menerapkan perilaku dan akhlak yang baik kepada semua umat manusia. Baik itu kepada laki-laki maupun perempuan, bahkan kepada mereka yang berbeda agama dengan kita. Karena dengan perbuatan tersebut, kita akan disenangi oleh Rasulullah Saw dan pastinya juga disenangi oleh orang-orang di sekeliling kita. []
Artikel ini telah terbit di website mubadalah.id dengan judul: Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia
by Admin | 23 Aug 2023 | Publikasi dan Kegiatan SUPI
Oleh: Siti Robiah (Mahasantriwa SUPI ISIF Cirebon)
ISIF CIREBON – Ketika kita membahas mengenai sejarah Nabi Muhammad Saw, tentu tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang ikut serta mendorong beliau dalam dakwah Islam. Termasuk peran-peran perempuan yang menjadi bagian dari sejarah kehidupannya. Salah satunya ialah Halimatus Sa’diyyah, pengasuh serta ibu susuan Nabi Saw.
Rasulullah Muhammad adalah manusia terbaik yang pernah hidup di muka bumi. Kebaikan akhlaknya diakui oleh seluruh masyarakat Makkah sejak beliau masih remaja hingga mendapat gelar al-Amin. Ketika Rasulullah lahir, budaya masyarakat Arab saat itu adalah menyusukan anak mereka kepada perempuan lain selain kepada ibu kandungya sendiri.
Begitupula dengan Nabi Muhammad, beliau mendapatkan ASI dari perempuan lain selain ibunya, Aminah. Halimatus Sa’diyyah menjadi ibu susuan Rasulullah yang begitu terkenal dalam sejarah karena berbagai peristiwa menakjubkan turut menghiasi masa-masa itu.
Mengenal Sosok Halimatus Sa’diyyah
Dalam tulisan Belva Rosidea di Mubadalah.id menyebutkan bahwa Halimatus Sa’diyyah binti Abu Dzuaib adalah seorang perempuan yang hidup di perkampungan kabilah Sa’ad bin Bakr. Perkampungan yang terkenal tandus.
Karena kondisi keluarga Halimah sangat tidak baik, akhirnya ia ditemani suaminya (Haritsah) dan beberapa perempuan-perempuan kabilah Sa’ad pergi ke kota Makkah untuk menawarkan jasa Asi Susu Ibu (ASI) mereka.
Sesampainya di Makkah, perempuan-perempuan kampung kabilah Sa’ad pun mencari bayi-bayi yang hendak mereka susui. Namun sayang, dari sekian perempuan yang ada, tidak satu pun yang mau membawa bayi Muhammad untuk disusui, mereka khawatir tidak bisa mendapatkan upah yang cukup jika menyusui seorang anak yang yatim.
Halimah saat itu adalah satu-satunya perempuan yang belum mendapatkan bayi untuk disusui, akhirnya ia pun membawa Rasulullah untuk disusui. Halimah kembali ke kampungnya membawa Rasulullah di pangkuannya, dan sejak saat itu berbagai keberkahan menghiasi kehidupan Halimah.
Penghormatan Nabi Terhadap Halimatus Sa’diyyah
Nabi Saw sangat menghormati Halimah. Ketika ia berkunjung saat Nabi Saw sudah di Madinah, Nabi Saw selalu menggelar sorban yang dipakai untuk menjadi tikar alas bagi Halimah duduk. Pada saat akan pulang, Nabi Saw selalu membawakanya oleh-oleh, biasanya daging yang dimilikinya, yang baru disembelih dari Kambing atau Unta.
Hal ini tergambar jelas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang berbunyi:
عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ لَحْمًا بِالْجِعْرَانَةِ إِذْ أَقْبَلَتِ امْرَأَةٌ حَتَّى دَنَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَسَطَ لَهَا رِدَاءَهُ فَجَلَسَتْ عَلَيْهِ فَقُلْتُ مَنْ هِيَ؟ فَقَالُوا هَذِهِ أُمُّهُ الَّتى أَرْضَعَتْهُ. رواه أبو داود.
Artinya: Abu Thufail Ra berkata: “(Suatu saat), aku melihat Nabi Muhammad Saw sedang membagikan daging di daerah Ji’ranah. Kemudian, ada seorang perempuan datang dan mendekat, dan Nabi Muhammad Saw pun bergegas menggelar selendangnya di tanah (mempersilakannya duduk). Perempuan itu kemudian duduk di selendang tersebut. Aku bertanya, ‘Siapa perempuan itu? Orang-orang menjawab, “Itu ibu (susuan) yang menyusui Nabi Muhammad Saw.” (Sunan Abi Dawud).
Jika melihat sejarah kelam bagaimana perlakuan masyarakat jahiliyah masa itu, sungguh apa yang dilakukan oleh Nabi Saw pada Halimah itu sungguh luar biasa. Sebab, seperti yang kita tau bahwa kedudukan perempuan masa itu masih dianggap rendah, sehingga jangankan untuk diberi kehormatan dengan menggelar sorban untuk tempat duduknya, sejak lahir saja dia sudah banyak yang dikubur hidup-hidup.
Di sisi lain, Ibu Nurul Bahrul Ulum pada saat mengkaji kitab Sittin al-‘Adliyah menyebutkan bahwa melalui hadis ini, nabi ingin menegaskan bahwa Halimah sebagai ibu susuan nabi berhak kita muliakan dan perlakukan secara baik.
Itu artinya nabi amat sangat menghargai dan mengapresiasi peran reproduksi perempuan, salah satunya pengalaman menyusui.
Menjadi Telandan dan Inspirasi
Dengan begitu melalui teladan nabi ini, mestinya menjadi inspirasi bagi kita untuk ikut memberikan perhatian khusus bagi para ibu yang tengah menyusui. Misalnya dengan memberikan gizi yang cukup serta tidak terbebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan membuatnya stres.
Lebih dari itu, tugas ini juga bukan hanya tanggung jawab individu saja, tetapi semua elemen. Mulai dari suami, keluarga, hingga pada tingkatan pemerintah. Sebab, pemberian gizi yang baik pada ibu yang tengah menyusui akan memberikan dampak yang sangat baik pada kualitas ASI.
Oleh karena itu, dukungan dari keluarga, baik suami, ibu dan mertua memiliki peranan besar. Bukan saja memastikan asupan gizi, namun harus kita pastikan juga ibu tidak mengalami depresi dan stres.
Sebab sebagaimana saya kutip dari laman Kompas.com, Konselor laktasi, Dr. Sara Elisa Wijono menyebutkan bahwa produksi ASI banyak terpengaruhi oleh faktor psikologis seorang ibu. Sehingga seorang ibu yang menyusui mengalami stres. Maka ASI yang ia hasilkan pun tidak akan banyak dan tentu saja hal tersebut berpengaruh pada kesehatan dan perkembangan bayi.
Dengan begitu, mari berikan dukungan, apresiasi dan perhatian khusus pada ibu yang tengah menjalani peran reproduksinya, dalam hal ini menyusui. Sebab, praktik baik ini merupakan teladan nabi dan ajaran Islam. []
Artikel ini telah terbit di website mubadalah.id dengan judul: Mengenal Halimatus Sa’diyyah: Sosok Ibu Susuan Nabi Muhammad Saw
by Admin | 23 Aug 2023 | Publikasi dan Kegiatan SUPI
Oleh: Siti Robiah (Mahasantriwa SUPI ISIF Cirebon)
ISIF CIREBON – Bulan ramadhan tahun ini saya dan teman-teman Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF diberi kesempatan untuk ikut belajar mengkaji kitab Sittin al-‘Adliyah karya Kiai Faqihuddin Abdul Kodir.
Kitab ini dibahas secara mendalam oleh Ibu Nurul Bahrul Ulum, selaku pengasuh Pondok Pesantren Luhur Manhaji Fahmina.
Dalam pembukaannya Ibu Nurul menjelaskan bahwa dalam proses penyusunan kitab Sittin al-‘Adliyah ini Kiai Faqih terinsipirasi dari ulama bernama Abdul Halim Abu Syuqqah yang menulis kitab tentang hadis hak-hak perempuan dalam Islam.
Kemudian, dari inspirasi tersebut akhirnya membuat Kiai Faqih berinisiatif untuk memilih 60 hadis shahih tentang hak-hak perempuan, lalu beliau kumpulkan dalam kitab Sittin al-’Adliyah. Salah satu tujuan dari penyusunan kitab ini ialah untuk memberikan penyadaran pada masyarakat bahwa Islam adalah agama yang memuliakan perempuan.
Hal menarik dalam kelas ngaji ramadhan bersama Ibu Nurul kali ini adalah, kita diajak untuk menganalisis setiap teks dalam kitab Sittin al-‘Adliyah lalu merefleksikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Misalnya dalam bab pertama, ada lima hadis Nabi Muhammad Saw yang bicara soal prinsip dasar kemanusiaan. Yaitu berbuat baik, saling menebar kasih sayang, saling tolong menolong, dan menjaga diri dari keburukan. Serta menjaga diri agar tidak melakukan keburukan pada orang lain.
Salah satu hadis yang cukup menarik dalam pertemuan pertama ngaji Sittin al-‘Adliyah ini adalah hadis tentang larangan melakukan tindak kekerasan dan menyakiti, baik itu menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Adapun isi hadis tersebut sebagai berikut:
Dari Yahya al-Mazini ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tidak boleh kalian mencederai diri sendiri maupun mencederai orang lain.”
Isu Mental Health
Menurut saya teks hadis ini sangat relate dengan kehidupan anak-anak zaman sekarang. Di mana isu tentang mental health sangat dekat sekali dengan generasi Z dan milenial.
Salah satu ciri khas dalam gerakan ini adalah kita dilarang membiarkan diri sendiri disakiti oleh orang lain. Atau dalam bahasa yang lain, tidak memaksakan diri terlihat sempurna supaya mendapatkan validasi dari orang di sekitarnya.
Selama ini saya sering melihat banyak teman-teman di lingkungan saya yang rela melakukan hal-hal tidak baik, agar mendapatkan validasi dari orang lain.
Misalnya dalam soal fashion, tidak sedikit dari mereka yang ekonominya berada di bawah rela untuk berhutang, demi membeli barang-barang yang sedang tren di media sosial. Bahkan mereka rela melakukan diet ekstrim, agar mendapatkan pujian dari orang sekitarny. Atau tidak sedikit juga yang mengikuti challenge yang membahayakan, supaya terlihat keren di media sosial.
Padahal jika kita lihat salah satu hadis Nabi yang mengatakan لا ضرر ولا ضرار “tidak boleh ada kerusakan pada diri sendiri dan juga tidak boleh ada kerusakan pada orang lain”. Jelas hal-hal tersebut sangatlah tidak sejalan dengan Islam. Karena ia telah melakukan kezaliman pada hidupnya sendiri.
Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbuat baik pada diri sendiri. Tentu saja hal ini hanya bisa kita lakukan, ketika kita sudah mengenali, menerima dan mengapresiasi setiap hal baik yang kita miliki. Sebab, ketika kita sudah bisa menghargai diri sendiri, maka Insya Allah kita juga bisa menghargai orang lain.
Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental
Dalam proses menerima diri sendiri, perlu bagi kita untuk selalu menjaga kesehatan mental. Salah satunya dengan menghargai dan menyukai diri sendiri. Terlepas dari kondisi apapun yang kita alami.
Dalam Islam perilaku menerima diri sendiri ini melalui sikap syukur terhadap apa yang kita miliki. Kecil ataupun besar nikmatnya, perilaku syukur mampu menjadi obat bagi diri untuk tetap merasa puas dan bahagia dengan keadaan yang kita alami.
Selain itu, kita juga perlu memberikan cinta dan kasih pada diri, atau mungkin sesekali bisa memberikan hadiah atas hal-hal baik yang telah kita kerjakan. Tapi tentu saja hal ini harus sesuai dengan batas kemampuan, jangan berlebihan dan memaksakan diri. Cukup dengan hal sederhana saja, dan tidak perlu berlebihan. Ingatlah, bahwa Allah Swt tidak suka hal-hal yang berlebihan. []
Artikel ini telah terbit di website mubadalah.id dengan judul: Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental
by Admin | 23 Aug 2023 | Publikasi dan Kegiatan SUPI
Oleh: Muhibbatul Hasanah (Mahasantriwa SUPI ISIF Cirebon)
ISIF CIREBON – Kalau kita mengucapkan kata “seks” di ruang publik, pasti puluhan sampai ratusan mata langsung melirik dan berpikir kalau kita sedang mempromosikan hal-hal yang cabul. Lain soal kalau yang digunakan adalah kata “gender”. Orang-orang cenderung lebih mewajarkannya. Pemahaman yang salah dari reproduksi pengetahuan yang buruk dan setengah-setengah mengenai seksualitas maupun gender manusia. Alhasil, banyak yang berpikir bahwa sah-sah saja menyakiti atau memisahkan orang-orang yang mengekspresikan seksualitas atau gendernya secara berbeda. Padahal seks tidak bisa dimaknai dengan perilaku seksual, dan gender tidak bisa disamakan dengan jenis kelamin atau bawaan biologis manusia. Baik seks maupun gender memiliki lapisan yang luar biasa.
Seksualitas secara garis besar, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), seksualitas merupakan aspek hidup manusia yang mencakup seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, kebiasaan, peran dan relasi. Meskipun seksualitas bisa mencakup semua ini, tidak semuanya selalu dialami atau diekspresikan.
Interseks adalah kondisi individu yang memiliki karakteristik seks yang berbeda dengan kategorisasi medis yang konvensional, yaitu tubuh betina (perempuan) dan tubuh jantan (laki-laki). Interseks berbeda dengan hermafrodit atau kondisi kelamin ganda. Sejak lahir pun manusia tidak otomatis menjadi identik laki-laki ataupun identik perempuan. Misalnya, ada orang yang memiliki vagina, tapi tidak punya rahim. Ada juga orang yang hormonnya tidak identik dengan hormon perempuan ataupun hormon laki-laki. Ada juga yang alat kelaminnya secara eksplisit terlihat seperti mikropenis, yang terlihat terlalu kecil untuk dibilang penis, tapi terlalu membengkak untuk dibilang klitoris.
Gender merujuk pada keragaman peran, fungsi, dan identitas yang merupakan hasil konstruksi sosial atau bentukan masyarakat. Pemaknaan fungsi gender itu sangat kontekstual, bisa berbeda di satu tempat dengan tempat lainnya, juga satu budaya dengan budaya lainnya. Pembahasan mengenai gender biasanya melekat dengan kualitas sifat maskulin dan feminin. Identitas gender adalah apa dan bagaimana seseorang mengidentifikasikan dirinya, sebagai perempuan, laki-laki, atau yang lainnya. Identitas gender bersifat subjektif dan didasari pada perasaan yang sangat personal, tergantung penghayatan masing-masing individu. Oleh karena itu, ragamnya sangat banyak. Bisa puluhan bahkan ratusan.
Identitas gender seseorang bisa sama atau berbeda dengan gender yang ditetapkan untuknya saat dia lahir. Ketika identitas gender seseorang sama dengan gender atau seks yang ditetapkan kepadanya sejak lahir, maka ia disebut sebagai cisgender. Sementara ketika identitas gender seseorang berbeda dengan gender atau seks yang ditetapkan kepadanya saat lahir, maka ia disebut dengan transgender.
Cara seseorang menampilkan identitas gender dirinya melalui penampilan fisik dan perilaku saat berinteraksi dengan orang lain disebut dengan ekspresi gender. Seseorang dapat menampilkan dirinya sebagai feminin, maskulin, androgin (memiliki karakter feminin dan maskulin yang seimbang dalam waktu bersamaan), tidak ada perempuan harus begini, laki-laki harus begitu. []
Artikel ini telah terbit di website kompasiana.com dengan judul: Memahami Gender dan Sexualitas
by Admin | 23 Aug 2023 | Publikasi dan Kegiatan SUPI
Oleh: Muhibbatul Hasanah (Mahasantriwa SUPI ISIF Cirebon)
ISIF CIREBON – Pada Jum’at 24 Maret 2023 merupakan pertemuan pertama ngaji kitab Sittin al-‘Adliyah karya Kiai Faqihuddin Abdul Kodir. Kitab ini merupakan kumpulan hadis shahih tentang hak-hak perempuan dalam Islam.
Sesi ngaji kali ini, kami ditemani oleh Ibu Nurul Bahrul Ulum selaku guru yang membahas kitab Sittin al-‘Adliyah secara mendalam dan menarik. Selain diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Ibu Nurul juga mengajak kami untuk mendiskusikan teks-teks hadis tersebut dan dikaitkan dengan realitas sosial di lingkungan kita masing-masing.
Meskipun secara general, hadis-hadis dalam kitab ini membahas tentang hak-hak perempuan. Tetapi dalam bab pertama, terdapat lima hadis shahih tentang prinsip Islam dalam berelasi. Baik berelasi antara manusia, maupun berelasi dengan makhluk Allah Swt.
Salah satu hadis yang saya ingat dalam bab pertama adalah hadis tentang relasi kesalingan dalam menebar kasih sayang. Teks hadis tersebut ialah:
Dari Abu Hurairah Ra. Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi.” (Shahih Bukhari)
Teks hadis ini tengah menegaskan pada kita tentang sifat timbal balik dalam ajaran kasih sayang. Jadi, ketika kita ingin menerima hal postif, atau kasih sayang dari orang lain, kita juga harus memberikan kasih sayang pada orang tersebut. Inilah yang disebut dengan relasi kesalingan.
Kita tidak bisa hanya menerima kebaikan dari orang lain, tapi kita sendiri tidak melakukan kebaikan pada orang di sekitar kita.
Kasih Sayang
Teks hadis ini juga menegaskan bahwa kasih sayang adalah ajaran pokok dalam relasi sosial dan kemanusiaan. Dalam relasi keseharian, laki-laki maupun perempuan berhak memperoleh kasih sayang.
Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang rahmatan lil ’alamin, yaitu agama yang memberikan rahmat atau kasih sayang pada seluruh alam. Tidak hanya pada laki-laki saja, tetapi juga pada perempuan.
Bahkan salah satu sifat Allah Swt adalah al-Rahman yaitu Maha Pengasih pada setiap hamba-Nya. Dengan begitu, semakin yakinlah bahwa Islam memang menganjurkan umatnya untuk saling menyayangi. Sebab, sebagaimana yang disampaikan Nabi dalam sabdanya “barang siapa tidak menyayangi manusia, maka Allah Swt tidak akan menyayanginya.” (HR. Turmudzi).
Sejalan dengan itu, kasih sayang dalam Islam tidak hanya terbatas pada muslim saja, tetapi juga pada setiap manusia. Hal ini lah yang Nabi Muhammad Saw teladankan semasa hidupnya. Nabi tidak pernah merendahkan dan menyakiti orang yang berbeda dengannya. Justru Nabi mencontohkan bahwa kasih sayang harus diberikan pada setiap manusia. Laki-laki maupun perempuan. Muslim maupun non-muslim.
Hal ini tergambar dalam salah satu hadis Nabi. Rasulullah Saw bersabda “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi.” Wahai Rasulullah, “Semua kami pengasih,” jawab mereka. Berkata Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia).” (HR. ath-Thabrani).
Melalui teks ini Nabi sedang menegaskan bahwa kasih sayang itu tidak berbatas. Artinya sikap tersebut harus kita lakukan kepada siapapun, sekalipun pada orang yang berbeda dengan kita. Karena dengan sikap tersebutlah, kita juga akan mendapatkan kasih sayang dari Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw.
Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan kasih sayang, maka kita terlebih dahulu harus menebar cinta kasih pada orang-orang di sekitar kita. Itulah yang kita sebut dengan relasi saling, kita tidak hanya menerima, tapi juga memberi. []
Artikel ini telah terbit di website mubadalah.id dengan judul: Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik
by Admin | 23 Aug 2023 | Publikasi dan Kegiatan SUPI
Oleh: Dalpa Waliatul Maula (Mahasantriwa SUPI ISIF Cirebon)
ISIF CIREBON – Islam merupakan agama yang hadir untuk membebaskan serta mengakui eksistensi perempuan. Bahkan Kiai Faqihuddin Abdul Qodir dalam Buku Qira’ah Mubadalah menyebutnya sebagai revolusi peradaban.
Semenjak Islam datang, perempuan menjadi manusia yang bermartabat. Awalnya perempuan dijadikan barang dagangan dan harta warisan, Islam memberinya hak untuk mendapatkan warisan.
Perempuan yang awalnya boleh dipoligami sebanyak-banyaknya, Islam memberinya hak untuk diperlakukan dengan baik oleh pasangannya. Awalnya perempuan dikubur hidup-hidup, Islam memberinya hak untuk hidup merdeka sebagai manusia seutuhnya.
Hal ini dibenarkan oleh sahabat Nabi Muhammad Saw yaitu Umar bin Khattab dalam sebuah hadits yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُما – قَالَ : قَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَابِ رَضِيَ الله عنه:كنا في الْجَاهِلِيَّةِ لَا تَعُدُّ النِّسَاءَ شَيْئًا، فَلَمَّا جَاءَ الإِسْلامُ وَذَكَرَهُنَّ اللَّهُ ، رَأَيْنَا لَهُنَّ بِذَلِكَ عَلَيْنَا حَقًّا. رَوَاهُ البخاري.
Artinya: Dari Ibn Abbas Ra, Umar bin Khattab Ra berkata: “Dulu kami pada masa jahiliyah, tidak memperhitungkan perempuan sama sekali. Ketika Islam turun, dan Allah mengakui mereka, kemudian kami memandang bahwa mereka pun memiliki hak atas kami”. (Shahih Bukhari)
Hadis ini adalah sebuah penegasan bahwa Islam hadir membawa visi dan misi untuk mengakui eksistensi perempuan dan juga membebaskannya dari segala bentuk kezaliman dari masyarakat jahiliyah waktu itu.
Meskipun begitu, nyatanya diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan sampai saat ini masih banyak terjadi. Perempuan kerapkali direndahkan, menjadi korban kekerasan dan juga mengalami berbagai bentuk ketidakadilan.
Hal ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang gagal paham dalam menafsirkan teks-teks sumber dan sejarah awal Islam yang kita terapkan pada kondisi dan perilaku kita terhadap perempuan sekarang ini di berbagai belahan dunia Islam.
Islam Rahmatan Li al-’Alamin
Untuk itu, jika kita yakin bahwa Islam adalah agama yang rahmatan li al-’alamin, segala bentuk penindasan perempuan atas nama agama harus segera kita hapuskan. Salah satunya dengan mengkaji dan menyebarkan tafisr-tafsir agama yang ramah terhadap perempuan.
Di sisi lain, tafsir teks agama juga harus menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan masyarakatnya. Seperti yang Buya Husein Muhammad sampaikan dalam Ngaji Kamisan bahwa ayat al-Qur’an turun tidak dalam ruang kosong, tetapi beberapa turun karena untuk merespon realitas waktu itu.
Dengan begitu, teks tersebut bukan hanya sekedar hadir, tapi menjadi solusi atau jawaban terhadap persoalan yang tengah masyarakat hadapi pada masa itu.
Maka dari itu, saya kira dalam menafsirkan teks-teks keagamaan, kita juga perlu melihat realitas sosial yang tengah kita hadapi. Sehingga cara pandang terhadap teks itu berangkat dari kebutuhan dan pengalaman masyarakat.
Misalnya dalam persoalan isu perempuan, sebagaimana para Ulama Perempuan Indonesia lakukan. Yaitu menjadikan pengalaman dan suara perempuan sebagai sumber pengetahuan dalam menafsirkan sebuah teks keagamaan. Dengan begitu, hasil dari penafsirannya akan sesuai dengan kebutuhan perempuan. []
Artikel ini telah terbit di website mubadalah.id dengan judul: Islam Hadir untuk Mengakui Eksistensi Perempuan