ISIF CIREBON – Dalam isu ekstremisme dan terorisme, Cirebon kerap kali disebut sebagai daerah zona merah. Hal ini, disebabkan karena banyaknya teroris yang berasal dari Cirebon dan tertangkap di wilayah Cirebon. Mereka juga terhubung dengan jaringan teroris nasional dan internasional.
Hasil kajian mutakhir yang disusun oleh Yayasan Satu Keadilan, sampai 2022 ini terdapat 60 warga Kota dan Kabupaten Cirebon yang terlibat dalam kasus terorisme dan ditangkap Densus 88.
Dengan maraknya kasus terorisme di Cirebon, serta banyak yang tertangkap Densus 88, menyebabkan Cirebon masuk sebagai zona merah radikalisme agama.
Sebagai kota wali, tentu saja hal ini sangat ironis. Sebab, ajaran toleransi yang sudah diwariskan sejak lama oleh Sunan Gunung Jati menjadi tereduksi oleh peristiwa intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme.
Imron Rosyadi, Bupati Kabupaten Cirebon, mengakui bahwa isu radikalisme dan ekstremisme masih menjadi persoalan dan tantangan yang harus dituntaskan. Hal ini, bupati sampaikan saat perwakilan dari Forum Organisasi Masyarakat Sipil Cirebon, Yayasan Satu Keadilan (YSK) Bogor, dan Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) melakukan audiensi pada Kamis, 12 Januari 2023 di Pendopo Bupati Jln. Kartini Cirebon.
Pada kesempatan itu, Bupati juga menyampaikan perlunya keterlibatan banyak pihak, termasuk dari elemen masyarakat sipil untuk menuntaskan ekstremisme, rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku kasus terorisme.
Pada hari yang sama (12/1/23), Yayasan Satu Keadilan (YSK) juga mempertemukan sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) se-Cirebon Raya yang peduli dengan isu ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Pertemuan ini diikuti oleh 17 OMS.
Di antaranya adalah Fahmina Institute, Lesbumi Cirebon, Umah Ramah, WCC Balqis, Fatayat NU Cirebon, Koalisi Perempuan Indonesia, GP Ansor Cirebon, PSGA IAIN Cirebon, Inspiration House, Pelita Perdamaian, Pemuda Muhammadiyah Cirebon, IPPNU Cirebon, Nasyiatul Aisyiah Cirebon, Forum Jabar Bergerak, GMNI, Gusdurian, Gerak Puan UGJ, dan ISIF Cirebon.
Tantangan Rehabilitasi
Pertemuan ini selain mendiskusikan hasil analisis situasi terkini Cirebon terkait ekstremisme dan tantangan serta peluang rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku kasus terorisme, juga menyepakati pembentukan Forum Organisasi Masyarakat Sipil Cirebon untuk Rehabilitasi dan Reintegrasi.
Hadir sebagai narasumber dalam pertemuan ini adalah Marzuki Rais dari Fahmina Institute. “Upaya pencegahan ekstremisme dan radikalisme di Cirebon telah banyak dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil, namun inisiasi yang serius untuk rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku kasus terorisme belum banyak dilakukan. Densus 88 dan BNPT telah melakukannya dalam pendekatan sosial ekonomi dan keamanan,” kata Marzuki Rais.
“Forum Organisasi Masyarakat Sipil Cirebon yang terbentuk hari ini dimaksudkan untuk memperkuat secara kolektif dan sinergis gerakan OMS yang secara parsial telah melakukan gerakan pada isu spesifik pada kecamatan masing-masing,” sambung Syamsul Alam Agus, Sekretaris YSK, pada pertemuan tersebut.
Forum OMS Cirebon juga sudah menyepakati deklarasi, visi, misi, dan kode perilaku yang harus ditaati oleh semua anggota Forum. Agenda utamanya selain mengadakan pertemuan rutin dengan Pemerintah Daerah, menginisiasi payung hukum rehabilitasi dan reintegrasi, juga memperkuat kapasitas Forum dalam isu rehabilitasi, reintegrasi, dan mitigasi risiko keamanan.
Agenda ini disambut baik oleh Bupati Cirebon Imron Rosyadi. “Jika perlu pertemuan di Pendopo Bupati, silakan. Pemerintah membuka diri untuk kerja sama dengan Organisasi Masyarakat Sipil. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian dalam menanggulangi ekstremisme, radikalisme, dan terorisme,” pungkasnya.[]