(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

ISIF Cirebon – Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP), Pusat Studi Islam dan Gender (PUSIGA) ISIF , Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina, dan Komnas Perempuan menggelar Kuliah Kolaboratif bertajuk “Eksplorasi Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Bersama Komnas Perempuan, ” pada Rabu (11/12/2024).

Kegiatan yang bertempat di Rumah Joglo, Majasem, Kota Cirebon ini, menghadirkan Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor , sebagai narasumber utama dan diikuti puluhan Mahasantriwa (santri Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina).

Kegiatan diawali dengan Upacara oleh Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina, Kyai Marzuki Wahid dan Ny. Nurul Bahrul Ulum, dilanjutkan dengan paparan materi oleh Maria Ulfah Ansor.

Dalam paparannya, Maria mengungkapkan mengenai tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia.

“Dalam catatan Komnas perempuan,” katanya, “kekerasan seksual menduduki posisi kedua dalam jenis kekerasan yang dialami oleh perempuan.”

Ia menambahkan, berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan, kekerasan seksual di perguruan tinggi dan pondok pesantren menduduki peringkat pertama dan kedua sebagai lokasi terjadinya kasus kekerasan seksual.

“Sebagai seseorang yang lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren, terus terang saya merasa malu. Dan yang paling mengharukan, kasus ini terjadi di hampir setiap lembaga keagamaan yang ada di Indonesia,” ujar Komisioner Komnas Perempuan ini.

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi dan berbagi cerita. Beberapa peserta membagikan pengalaman mereka terkait kasus kekerasan terhadap perempuan.

Fikri, salah seorang peserta, menyatakan sering menyaksikan kekerasan seksual saat masih bersekolah. Namun, ketika itu, ia menemukan kebingungan korban dalam menentukan pihak yang tepat untuk melapor.

Sementara itu, peserta lain, Lelah, mengisahkan pengalaman pribadinya menyaksikan seorang suami memaksa istrinya berhubungan seksual saat menstruasi. Ketika sang istri menolak, ia justru menjadi korban kekerasan karena mengalami penganiayaan.

Pengalaman serupa juga diceritakan Nani yang pernah bekerja di sebuah pabrik. Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan lazim terjadi di tempat kerja. Yang paling memprihatinkan, kasus-kasus tersebut minim penindakan, terutama yang melibatkan atasan sebagai pelaku.

Maria menutup sesi dengan pentingnya mengawal implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Selain itu, Maria mendorong peran aktif tokoh agama, terutama Kyai, untuk ikut berkontribusi secara langsung dalam mengawali isu ini.

Menurutnya, tokoh agama memiliki peran penting dalam membangun kesadaran masyarakat melalui pendekatan nilai-nilai keagamaan yang inklusif dan berkeadilan.

“Kita semua bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung para korban, serta membangun masyarakat yang bebas dari kekerasan seksual,” tegasnya.**

6