Sejumlah elemen yang tergabung dalam Lingkar Fahmina mengecam langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan yang melarang penyelenggaraan kegiatan Jalsah Salanah di Manis Lor.
Kegiatan yang akan diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiah Indonesia (JAI) itu dibatalkan secara tiba-tiba lantaran turunnya surat larangan yang diterbitkan Pemkab Kuningan.
Surat larangan tersebut bernomor 200.1.4.3/4697/BKBP perihal Pelaksanaan Kegiatan Jalsah Salanah JAI di Kabupaten Kuningan tertanggal 4 Desember 2024 yang meminta agar kegiatan tersebut tidak dilaksanakan.
Alasannya, sebagaimana disampaikan Pj Bupati Kuningan Agus Toyib, kegiatan Jalsah Salanah dapat menyebabkan kondusivitas daerah terganggu.
Agus Toyib juga menyampaikan bahwa larangan tersebut merupakan hasil pertemuan dengan unsur Forkopimda Kabupaten Kuningan, Forkopimcam Jalaksana, Ketua Ormas Keagamaan, dan FKUB.
Surat tersebut dilanjutkan dengan surat Sekda Kabupaten Kuningan Nomor 200.1.4.3/4666/BKBP perihal Pemberhentian Kegiatan Persiapan Jalsah Salanah JAI di Kuningan yang dibuat 5 Desember 2024.
Dalam surat ini diduga Pj Sekda mengancam jika kegiatan persiapan Jalsah Salanah tidak dihentikan, maka akan dilakukan penertiban sebagaimana mestinya.
Merepons hal itu sejumlah perwakilan dari berbagai elemen yang tergabung dalam Lingkar Fahmina bertemu untuk menyikapi tindakan Pemkab Kuningan.
Sebelum menggelar pertemuan, sejumlah perwakilan turun ke lokasi melakukan pengamatan di lapangan yang ada di Desa Manis Lor pada Jumat, 6 Desember 2024 pukul 10.00-11.30 WIB.
Mereka di antaranya Rektor ISIF Marzuki Wahid, Direktur Fahmina Institute Marzuki Rais, Direktur LBH Fahmina Mukhtaruddin, sejumlah dosen ISIF dan aktivis Fahmina.
Hasil pengamatan di lapangan, sebagaimana disampaikan juru bicara Lingkar Fahmina, Marzuki Rais, menemukan semua jalan menuju kawasan JAI Manis Lor ditutup oleh aparat keamanan di mana terlihat dalam pemblokiran jalan personel Polisi, TNI dan Satpol PP.
“Akhirnya, kami jalan kaki dari jalan raya menuju kawasan JAI di Manis Lor. Kami lihat tenda-tenda tempat Jalsah Salanah sudah dibongkar, petanda bahwa JAI tidak akan menyelenggarakan kegiatan Jalsah Salanah karena larangan dari Pemerintah Kuningan,” ungkap Marzuki Rais.
Dia menyampaikan, diperoleh informasi dari pimpinan JAI bahwa Jalsah Salanah bahwa sedianya akan dilaksanakan sebelum Pilkada 2024, namun karena menghormati suasana Pilkada, akhirna diundur setelahnya.
“Warga JAI Manis Lor pun telah bersiap menyambut tamu yang akan datang dari berbagai daerah se-Indonesia pada 6 Desember 2024,” sambungnya.
Bahkan, kata dia, setelah diterbitkan surat pemberhentian oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan sekalipun, 2000-an Jamaat Ahmadiyah Manislor menandatangani untuk tetap diselenggarakan Jalsah Salanah karena persiapannya yang sudah matang.
Dikatakan, persiapan pelaksanaan Jalsah Salanah telah dilakukan warga JAI Manis Lor sejak dua bulan yang lalu, namun gagal gegera surat pemberhentian dari Pemkab Kuningan yang datang tiba-tiba.
Melihat hal itu, Lingkar Fahmina memandang bahwa tindakan Pemkab Kuningan adalah pelanggaran atas konstitusi sebagaimana diundangkan dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 bahwa: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Termasuk soal keyakinan, UUD 45 Pasal 29 ayat (2) juga menjamin kebebasan dan kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agama dan kepercayaan.
Selain itu, lanjut dia, tindakan Pemkab Kuningan juga menciderai demokrasi Pancasila yang berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan.
Tindakannya bukan saja tidak menghargai kelompok minoritas dan kelompok rentan, melainkan telah menciderai kemanusiaan dari ibu-ibu dan anak-anak, baik yang tinggal di Manis Lor maupun yang terpaksa menginap di jalan karena dipaksa untuk pulang kembali ke daerahnya.
Disampaikan, tindakan diskriminasi dan intoleransi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan ini berkontribusi terhadap posisi Jawa Barat sebagai daerah yang terendah tingkat toleransinya.
“Sebagaimana Indeks Kerukunan Umat Beragama yang dikeluarkan Kementerian Agama RI tahun 2024 memosisikan Jawa Barat sebagai 10 besar provinsi yang intoleran di Indonesia,” ucap Marzuki Rais.
Atas dasar argument tersebut, sambung Marzuki Rais, Lingkar Fahmina menyampaikan sejumlah tuntutan antara lain:
1. Menuntut Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk mencabut surat pemberhentian Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Manis Lor Kuningan yang seharusnya dilaksanakan sejak 6 Desember sampai 8 Desember 2024.
2. Menuntut Forkopimda Kabupaten Kuningan terutama aparat Kepolisian dan Satpol PP agar memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan terhadap warga Ahmadiyah yang mengikuti kegiatan Jalsah Salanah di Manislor Kuningan. Tidak malah tunduk pada kebijakan yang diskriminatif dan ancaman kelompok-kelompok intoleran yang justru memecah belah kesatuan bangsa.
3. Menuntut Pemerintah Pusat, khususnya Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Mabes Polri untuk menginstruksikan kepada jajarannya di Kabupaten Kuningan agar mencabut kebijakan pemberhentian Jalsah Salanah dan memberikan jaminan keamanan kepada semua warga Ahmadiyah yang hadir sebagai warga negara Indonesia.
4. Menuntut Pemerintah Kabupaten untuk menghormati dan melindungi para perempuan dan anak-anak yang datang ke Kuningan untuk mengikuti Jalsah Salanah, bukan malah menahan untuk tidak masuk kawasan Manislor, dan ‘mengusir’nya untuk kembali ke daerah tanpa mempertimbangkan keamanan dan kenyamanan jamaat Ahmadiyah.
5. Mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga toleransi di atas perbedaan yang ada serta memperkuat persatuan dan kesatuan dalam keberagaman dengan menjalankan konstitusi dan pengamalan ajaran agama yang tawassuth, tawazun, i’tidal dan tasamuh, sebagaimana yang disampaikan Presiden Prabowo dan program unggulan Kementerian Agama RI.
Pihaknya meminta masyarakat agar terus memperjuangkan keadilan, penghormatan hak asasi manusia, toleransi, dan kebebasan beragama di Indonesia, agar cita-cita kemerdekaan bisa dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia.
Sejumlah elemen Lingkar Fahmina yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain:
- Marzuki Rais (Direktur Fahmina Institute)
- Marzuki Wahid (Rektor Institut Studi Islam Fahmina)
- Mukhtaruddin, SH (Direktur LBH Fahmina)
- Abdul Hamid (Penggerak Moderasi Beragama Kec. Jamblang Cirebon)
- Arijalusshobirin (Penggerak Moderasi Beragama Kec. Arjawinangun Cirebon)
- Abdul Barih (Penggerak Moderasi Beragama Kec. Gebang Cirebon)
- Izzi Maulana (Penggerak Moderasi Beragama Kec. Losari Cirebon)
- H. Achmad Rivai (Penggerak Moderasi Beragama Kec. Weru Cirebon)
- Haryono (Pelita Perdamaian Cirebon)
- Heru Kusumo (Penggerak Moderasi Beragama Kota Cirebon)
- Intan Damayanti (Fatayat NU dan Pengerak moderasi Kab Majalengka)
- Rizki Fadillah (Ketua Komunitas Kita Mengabdi)
- Ahmad Koer Afandi (Ketua Komunitas Deru Majalengka Bangkit)
- Anggara (Kordinator Steering Committe KUMPPARAN Kab Majalengka )
- Yuli Elita Theresia Hutauruk (Lingjar Fahmina Kuningan)
- Ahmad khoer afandi (Ketua Komunitas Deru Majalengka Bangkit)
- Anggara (Kordinator Steering Committe KUMPPARAN Kab Majalengka )
- Fiki Hasbi (IPNNU Kab Majalengka)
- Dinda Maulida (Pengerak moderasi Majalengka)
- Fredrico Oktavinus (Pemuda Katolik Kabupaten Cirebon)
- Pipih Indah Permatasari (Penggerak Moderasi Beragama Babakan Cirebon)
- Silviana Rohmah (Penggerak Moderasi Beragama Ciledug Cirebon)
- Devi Farida (Forkolim Remaja Cirebon Timur)
- Bayu (Forum pemuda Lintas Agama (Komsulin) Kedawung Cirebon)
- Zanuba (Forum Lintas Agama (Kelabang) Kec. Lemah Abang Cirebon). ***
— Artikel ini dihimpun dari laman CirebonTimes.com (https://www.cirebontimes.com/nasional/79414102556/pemkab-kuningan-dituding-langgar-konstitusi-terkait-pelarangan-jalsah-salanah-di-manis-lor-lingkar-fahmina-segera-cabut-surat-larangannya?page=4) yang terbit pada Sabtu, 7 Desember 2024 pukul 13:09 WIB dengan judul: “Pemkab Kuningan Dituding Langgar Konstitusi Terkait Pelarangan Jalsah Salanah di Manis Lor, Lingkar Fahmina: Segera Cabut Surat Larangannya!“