ISIF Cirebon — Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon menunjukkan komitmennya dalam mengintegrasikan nilai-nilai keadilan gender ke dalam dunia pendidikan dengan menyelenggarakan Workshop Penguatan Perspektif Ke-ISIF-an dan Keadilan Gender bagi Dosen ISIF Cirebon. Kegiatan ini berlangsung di Gedung Konvergensi ISIF selama empat hari, mulai dari Selasa hingga Jumat, 15-18 Oktober 2024.
Workshop ini menghadirkan para pemateri ahli dari Yayasan Fahmina yang dikenal aktif memperjuangkan isu keadilan gender dan kemanusiaan. Marzuki Wahid, Faqihuddin Abdul Kodir, dan Buya Husein Muhammad, bersama dengan Rika Rosvianti (Neqy) dari Komunitas perEMPUan, mendampingi dan memandu langsung jalannya workshop.
Selama pelatihan, para dosen diajak mendalami keterampilan dalam menafsirkan teks-teks keagamaan dengan pendekatan yang responsif terhadap isu gender. Tak hanya itu, mereka juga diberi pemahaman mendalam tentang pentingnya menegakkan keadilan gender sebagai bagian dari misi kemanusiaan yang lebih luas, serta menciptakan perdamaian semesta melalui pendidikan.
Workshop ini bertujuan agar dosen mampu mengembangkan bahan ajar yang tidak hanya peka terhadap isu gender, tetapi juga mendukung pencapaian kesetaraan di dalam kelas dan di seluruh lingkungan pendidikan ISIF.
Dalam sambutan Rektor ISIF Cirebon, Marzuki Wahid, menegaskan bahwa integrasi nilai-nilai keadilan gender dalam pendidikan merupakan bagian tak terpisahkan dari visi besar ISIF. Ia juga menekankan pentingnya internalisasi nilai-nilai ke-ISIF-an oleh para dosen sebagai penggerak utama perubahan di kampus.
“Workshop ini bertujuan untuk mengintegrasikan visi kampus dengan visi masing-masing dosen yang nantinya dituangkan dalam pembelajaran,” ucapnya.
Kegiatan ini menjadi wadah bagi dosen untuk memperkuat pemahaman mereka mengenai konsep keadilan gender, yang tidak hanya relevan dalam konteks kajian Islam tetapi juga dalam berbagai program studi lainnya. Selain itu, workshop ini diharapkan menghasilkan tenaga pendidik yang memiliki pemahaman kuat tentang isu-isu gender dan mampu mendidik mahasiswa dengan fondasi keadilan gender sebagai prinsip utama.
Lebih lanjut, Marzuki Wahid juga menyampaikan agar workshop ini tidak hanya sekadar menjadi pelatihan teknis, tetapi mampu memberikan dorongan bagi para dosen untuk merumuskan strategi dan pendekatan baru dalam pengajaran yang lebih inklusif dan adil gender.
“Saya berharap hasil dari workshop ini dapat menghasilkan inovasi baru dan revolusi dalam pembelajaran di perguruan tinggi, keluar dari kebiasaan lama dan berani mencoba praktik baru yang lebih tepat berbasis perspektif keadilan gender dan memerdekakan manusia,” tutupnya.[]