(+62 231) 8301548 isif@isif.ac.id

Dialog Kebudayaan: Dr. Ngatawi Al-Zastrouw Sebut 3 Kunci Membaca Keterlibatan Perempuan dalam Sejarah

ISIF CIREBON – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) bersama Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina menggelar Tadarus Budaya Ramadhan, di Halaman Kampus ISIF Majasem, Kota Cirebon, pada Selasa, 26 Maret 2024.

Tadarus Budaya Ramadhan tersebut dimeriahkan langsung oleh konser musik Ki Ageng Ganjur, Yogyakarta: sebuah grup musik modern-tradisional religius yang mendunia.

Dalam Tadarus ini diisi dengan beberapa agenda kegiatan di antara Bincang Literasi bersama Gusdurian Cirebon, Pentas Budaya Lokal, Dialog Kebudayaan dan Istighosah dan Konser Ki Ageng Ganjur Yogyajarta feat Sarah Saputri dan Budi Cilok.

Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Pembina Yayasan Fahmina Buya KH. Dr. Husein Muhammad, Rektor ISIF KH. Marzuki Wahid, Ketua Yayasan Fahmina KH. Dr. Faqihuddin Abdul Kodir. Serta Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina Ny. Nurul Bahrul Ulum, M.P.P.

Sementara itu, beberapa tokoh utama yang hadir dalam Tadarus Budaya Ramadhan adalah Budayawan dari Kalangan Nahdliyin Dr. Ngatawi Al-Zastrouw, Sekretaris Kesultanan Kanoman Hj. Ratu Raja Arimbi Nurtina, S.T, Kiai Kondang KH. Dr. Ibrohim Nawawi (Mang Dhalban) dan KH. Munib Khumaidi.

Dalam Dialog Kebudayaan, Dr. Ngatawi Al-Zastrouw mengatakan untuk memahami soal keterlibatan perempuan dalam sejarah. Maka setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi kunci utama dalam membacanya. Adapun tiga kunci utama tersebut di antaranya:

Pertama, sejarah harus kita dudukan sebagai rute peradaban suatu bangsa. Kalau kita ngutip bagaimana bangsa nusantara, tradisi nusantara, dan budaya nusantara berdiri. “Maka rute peradaban ini sejak awal telah menempatkan perempuan dalam konstruksi kebudayaan masyarakat. Sehingga sejak awal bangsa ini berdiri, sudah ada peran perempuan di sana,” katanya.

Kedua, sejarah harus dilihat sebagai referensi hidup, kalau kita tidak mengerti sejarah, maka kita tidak bisa mengerti referensi hidup. Hal inilah, menurut Dosen UI tersebut, akhirnya membuat sebagian orang kerap kali menelan mentah-mentah.

Misalnya, dalam kasus kecil adalah soal khilafah, maka bagi orang yang tidak memiliki referensi hidup, ia akan memakan mentah-mentah soal konsep khilafah ini.

Lebih lanjut, Ia juga menjelaskan, bahwa bagi orang-orang yang tidak memiliki referensi hidup, maka dia tidak akan pernah tahu bahwa di Nusantara ini pernah ada sulthonah perempuan (pemimpin perempuan kesultanan Islam, atau menjadi ratu Islam).

“Karena dalam sejarah di bumi Nusantara ini banyak perempuan yang memimpin kerajaan Islam. Dan ini penting sebagai sumber referensi kehidupan,” jelasnya.

Ketiga, sejarah harus dijadikan sebagai sumber pengetahuan. Pria yang kerap disapa Kang Zastrouw itu menyampaikan bahwa sejarah harus menjadi mata air yang bisa menjadi pembelajaran bagi semua orang.

Bahkan, karena sebagai sumber mata air, maka menurut Kang Zastrouw di situ ada peran ulama yang berkebudayaan sebagai gorong-gorong untuk menyalurkan mata air tersebut.

“Peran budayawan dalam hal ini memiliki pengaruh untuk menyambungkan dari masa lalu, masa kini hingga masa depan nanti,” ungkapnya.

Namun sayangnya, Mantan Ketua Lesbumi PBNU ini mengungkapkan bahwa sejarah pada poin ketiga ini kerap kali tersumbat. Sehingga sumber air jernih peradaban kebudayaan ini tidak mengalir lagi. Karena banyak gorong-gorongnya yang mengalami tersumbat dan penuh dengan sampah-sampah peradaban bangsa lain.

“Sehingga kalau sumber mata airnya mampet terus gorong-gorongnya hilang maka yang mengalir adalah air comberan yang datang dari mana saja, comberan dari timur tengah, comberan dari eropa, dan dari mana saja. Bahkan tidak jarang kita bebersih dan bersuci tiap hari pakai air comberan,” paparnya.

Oleh sebab itu, dalam kesempatan Tadarus Budaya Ramadhan ini Kang Zastrouw mengingatkan bahwa ia ingin melalui dialog budaya ini ada spirit untuk membuka sumbatan ini dan membersihkan gorong-gorong. “Harapannya, peradaban kebudayaan kita kembali mengalir, dan kita kembali menggunakan referensi-referensi tersebut,” tukasnya. []

Kampus ISIF

“Keloid Reflections”: Welas Asih terhadap Individu dengan Ragam Identitas Ketubuhan

Pertunjukan seni kolaboratif bertajuk “Keloid Reflections”(Cermin Keloid) ditampilkan secara virtual oleh penggiat Balad Kawit Seja, Umah Ramah dan penggiat muda lainnya dalam Konferensi tahunan UCR QTSR (University of California, Riverside on Queer and Trans Studies in Religion) yang keenam, pada 17-19 Februari 2024, atau 16-18 Februari 2024 waktu setempat. Tempat pelaksanaan dan kebutuhan pertunjukan ini didukung oleh Institut Studi Islam Fahmina, Umah Ramah, dan Balad Kawit Seja.

Pertunjukan Keloid Reflections ditampilkan melalui metode transmedia yaitu dari novel “Keloid” (2022) menjadi perpaduan puisi, gerakan somatik dan musik instrumental yang mengiringinya. Karya pertunjukan ini diinisiasi oleh Rhaka Katresna (penggiat Balad Kawit Seja) yang tertarik setelah membaca novel yang diterbitkan Umah Ramah tersebut. Seketika itu, ia mengajak Napol Riel (penulis “Keloid” dan penggiat Umah Ramah) untuk berkolaborasi menampilkan pertunjukan Cermin Keloid secara daring dari kantor Umah Ramah dalam Peringatan IDAHOBIT oleh Arus Pelangi tahun lalu.

Selang beberapa bulan, Rhaka mengajukan proposal untuk menampilkan pertunjukan seni ini dalam konferensi UCR-QTSR yang kemudian diterima oleh pihak penyelenggara. Selain Napol, ia juga mengajak Lacahya (penggiat seni teater), Barr (mahasiswa dan penggiat seni sastra), dan Leon (komposer musik, illustrator dan kreator komik) untuk turut berkolaborasi.

Di sesi tanya-jawab, Rhaka menuturkan bahwa Keloid Reflections diwujudkan sebagai salah satu bentuk karya kolektif dalam upaya membangun kesadaran berwelas asih terhadap individu dengan ragam identitas ketubuhan; dalam konteks yang diceritakan di novella “Keloid”, yaitu terhadap individu trans laki-laki. “Keloid” sendiri menceritakan tentang kisah nyata perjalanan hidup dan pengalaman batin tokoh utama bernama Jenar sebagai trans laki-laki yang hidup di Indonesia dengan latar belakang keluarga Muslim.

Keloid Reflections melalui proses kreatif yang cukup menguras energi kawan-kawan penggiat yang terlibat. Sebelum menulis puisi bersama, mereka terlebih dahulu membaca buku Keloid dengan saksama; merefleksikan apa yang dialami tokoh Jenar dengan pengalaman hidup masing-masing. Hasil refleksi itu dituliskan dalam bentuk tangents (berupa ungkapan, komentar, atau pertanyaan kepada penulis) untuk didiskusikan bersama secara daring. Setelah diskusi refleksi, penulisan bait-bait puisi pun dilakukan. Tiap orang menuangkan ide-idenya ke dalam google document dari rumah masing-masing, yang kemudian disusun menjadi sebaris puisi.

Musik pengiring dikomposisikan oleh Leon berdasarkan mood dalam kisah Keloid. Para penampil–Rhaka dan Lacahya–berlatih menginterpretasikan proses refleksi mereka atas pengalaman transisi hidup Jenar–secara spiritual dan ketubuhan–ke dalam tubuh mereka masing-masing, melalui gerakan somatik mengikuti alunan musik dan pembacaan puisi oleh Barr.

Dua hari sebelum pentas, mereka yang akan tampil berkumpul untuk menyelaraskan semuanya ke dalam satu pertunjukan utuh; urutan persiapan, tata ruang pentas, pencahayaan, sistem pengeras suara, dan lainnya. Setelah dilakukan gladi resik beberapa kali, Keloid Reflections berhasil ditampilkan dengan baik di hadapan audiens konferensi UCR QTSR yang hadir secara luring maupun daring.

Antusiasme hadirin terlihat dalam sesi diskusi pasca penampilan mereka. Beberapa audiens berkomentar mengapresiasi karya kolektif ini. Beberapa yang lain, bertanya tentang proses kreatif dan konteks yang melatarbelakanginya. Respons audiens satu per satu ditanggapi Rhaka dan Napol–mewakili yang lainnya–dengan sukacita lantaran pesan dalam pertunjukan karya tersebut sampai kepada penonton.

Melalui proses tersebut dan wawasan berdasarkan pengalaman Rhaka, Barr, Lacahya, dan Leon–selain Napol sebagai penulis Keloid–dalam penggarapan karya ini, adalah benar bahwa karya ini mengafirmasi perkembangan psikologis, spiritual dan seksual dari trans laki-laki. Harapan dari karya ini adalah menginspirasi semakin bermunculan karya dan kerja kolektif serupa, serta diskusi-diskusi inklusif yang mengafirmasi pengalaman individu dengan ragam identitas ketubuhan; mereka yang pengalamannya sering kali terabaikan dan disalahartikan dalam masyarakat. []

Tulisan ini telah dipublikasi di website Umahramah.org dengan judul : “Keloid Reflections”: Welas Asih terhadap Individu dengan Ragam Identitas Ketubuhan

Untuk Jaga Ketahanan Pangan Desa, DEMA ISIF Adakan Seminar Desa Preneurship

Oleh: Gungun Gunawan (Mahasiswa AS)

LPM LATAR ISIF- DEMA ISIF menggelar acara seminar bertajuk “Seminar Desa Preneurship: Membangun Perekonomian Desa Melalui Ekonomi Kreatif” di gedung auditorium Insitut Studi Islam Fahmina Cirebon pada Kamis (16/6/2022).

Seminar ini dihadiri langsung oleh penggagas Desa Preneurship, Budi Yuniarsa, yang bertindak sebagai pemateri serta Nadisa Astawi dari Lembaga Penjamin Mutu (LPM) ISIF.

Seminar yang dihadiri langsung oleh puluhan mahasiswa ISIF ini merupakan salah satu program Dewan Eksekutif Mahasiswa ISIF dalam mewujudkan sinergitas antara mahasiswa dengan masyarakat.

“Dewan Eksekutif Mahasiswa ingin menyelaraskan gerak dan peran mahasiswa dalam lingkup masyarakat dalam hal ini desa, dengan strategi pembangunan perekonomian desa yang salah satu caranya ialah dengan perspektif Desa Preneurship,” ucap Gun Gun Gunawan selaku Ketua DEMA ISIF.

Lebih lanjut, seminar ini diharapkan bisa menarik masyarakat desa untuk memiliki karakter wirausaha.

“Desa Preneurship adalah suatu karakter atau sifat kewirausahaan yang orientasinya adalah desa,” kata Budi Yuniarsa

Budi menuturkan pembentukan karakter wirausaha diharapkan bisa menjadikan desa tidak hanya memiliki ketahanan tapi kedaulatan dalam pengelolaannya.

“Karakter ini tidak hanya menjadikan desa bertahan tapi berdaulat, salah satu contohnya dalam hal kedaulatan pangan,” lanjut Pendiri LSM Kampus Desa ini.

Sejalan dengan Budi, menurut Nadisa Astawi, Desa Preneurship ini adalah bagian dari prinsip PAR jika dipadukan secara berkelanjutan dengan cara komunikatif dan inovatif.

“Desa Preneurship adalah bagian dari participation action research (PAR) untuk dipadukan secara berkelanjutan dengan cara komunikatif dan inovatif secara bersama sama membangun kemandirian dan kedaulatan ketahanan pangan,” tutup Direktur LPM ISIF ini.

KUPI II: Pembiaran Sampah yang Merusak Kelestarian Lingkungan dan Mengancam Keselamatan Manusia Adalah Haram

ISIF CIREBON – Hasil Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II resmi menetapkan bahwa hukum melakukan pembiaran sampah yang merusak kelestarian lingkungan dan mengancam keselamatan manusia, terutama perempuan, adalah haram.

Keharaman membiarkan sampah yang tidak dikelola dengan tepat itu akan berdampak serius pada kerusakan lingkungan dan mengancam kehidupan manusia. Baik pada perempuan, seperti dapat menyebabkan kemandulan dan keguguran. Maupun pada laki-laki yang menyebabkan impotensi, dan kepada anak yang menyebabkan pertumbuhan stunting.

Meskipun Indonesia telah memiliki UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Namun permasalahan sampah masih belum teratasi dengan baik, dan masih mengancam keberlanjutan lingkungan dan keselamatan manusia, terutama perempuan.

Oleh sebab itu, Musyawarah Keagamaan KUPI memutuskan sikap keagamaan dan pandangan bahwa pertama, hukum melakukan pembiaran sampah yang merusak kelestarian lingkungan dan mengancam keselamatan manusia, terutama perempuan, adalah haram.

Kedua, hukum membangun infrastruktur politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang mendukung pengelolaan sampah untuk keberlangsungan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan adalah wajib bagi yang memiliki wewenang, yaitu pemimpin dan para pemegang kebijakan dengan semua fasilitas yang dimiliki.

Ketiga, semua pihak, baik individu, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun korporasi, wajib mengurangi dan mengelola sampah, sesuai kemampuan dan kewenangan masing-masing, serta membangun kesadaran warga tentang bahaya sampah yang tidak dikelola dan tata cara pengelolaannya, baik dengan cara sederhana maupun dengan penggunaan teknologi maju yang berwawasan lingkungan.

Perintah Menjaga Lingkungan Dalam Al-Qur’an

Di dalam surat ar-Rum ayat 41, secara eksplisit al-Qur’an menegaskan bahwa kerusakan lingkungan hidup adalah bersumber dari aktivitas manusia. Allah SWT akan membuat manusia merasakan akibat perbuatannya itu, agar mereka kembali ke jalan yang benar (QS. ar-Rum 30: 41).

Ayat tersebut menunjukkan larangan membuat kerusakan lingkungan hidup yang digambarkan dengan kerusakan di darat dan laut dan manusia diseru agar menghentikan aktivitasnya yang merusak itu. Alih-alih merusak, manusia sebagai khalifah fil ardl harus merawat dan melestarikan lingkungan yang sehat (QS. al-Baqarah 2 : 30).

Demikian pula sunnah Nabi SAW menegaskan, bahwa semua manusia adalah pemimpin dalam hidupnya dan harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya. []

Forum Masyarakat Sipil Cirebon Dorong Rehabilitasi dan Reintegrasi Mantan Pelaku Kasus Terorisme

ISIF CIREBON – Dalam isu ekstremisme dan terorisme, Cirebon kerap kali disebut sebagai daerah zona merah. Hal ini, disebabkan karena banyaknya teroris yang berasal dari Cirebon dan tertangkap di wilayah Cirebon. Mereka juga terhubung dengan jaringan teroris nasional dan internasional.

Hasil kajian mutakhir yang disusun oleh Yayasan Satu Keadilan, sampai 2022 ini terdapat 60 warga Kota dan Kabupaten Cirebon yang terlibat dalam kasus terorisme dan ditangkap Densus 88.

Dengan maraknya kasus terorisme di Cirebon, serta banyak yang tertangkap Densus 88, menyebabkan Cirebon masuk sebagai zona merah radikalisme agama.

Sebagai kota wali, tentu saja hal ini sangat ironis. Sebab, ajaran toleransi yang sudah diwariskan sejak lama oleh Sunan Gunung Jati menjadi tereduksi oleh peristiwa intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme.

Imron Rosyadi, Bupati Kabupaten Cirebon, mengakui bahwa isu radikalisme dan ekstremisme masih menjadi persoalan dan tantangan yang harus dituntaskan. Hal ini, bupati sampaikan saat perwakilan dari Forum Organisasi Masyarakat Sipil Cirebon, Yayasan Satu Keadilan (YSK) Bogor, dan Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) melakukan audiensi pada Kamis, 12 Januari 2023 di Pendopo Bupati Jln. Kartini Cirebon.

Pada kesempatan itu, Bupati juga menyampaikan perlunya keterlibatan banyak pihak, termasuk dari elemen masyarakat sipil untuk menuntaskan ekstremisme, rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku kasus terorisme.

Pada hari yang sama (12/1/23), Yayasan Satu Keadilan (YSK) juga mempertemukan sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) se-Cirebon Raya yang peduli dengan isu ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Pertemuan ini diikuti oleh 17 OMS.

Di antaranya adalah Fahmina Institute, Lesbumi Cirebon, Umah Ramah, WCC Balqis, Fatayat NU Cirebon, Koalisi Perempuan Indonesia, GP Ansor Cirebon, PSGA IAIN Cirebon, Inspiration House, Pelita Perdamaian, Pemuda Muhammadiyah Cirebon, IPPNU Cirebon, Nasyiatul Aisyiah Cirebon, Forum Jabar Bergerak, GMNI, Gusdurian, Gerak Puan UGJ, dan ISIF Cirebon.

Tantangan Rehabilitasi

Pertemuan ini selain mendiskusikan hasil analisis situasi terkini Cirebon terkait ekstremisme dan tantangan serta peluang rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku kasus terorisme, juga menyepakati pembentukan Forum Organisasi Masyarakat Sipil Cirebon untuk Rehabilitasi dan Reintegrasi.

Hadir sebagai narasumber dalam pertemuan ini adalah Marzuki Rais dari Fahmina Institute. “Upaya pencegahan ekstremisme dan radikalisme di Cirebon telah banyak dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil, namun inisiasi yang serius untuk rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku kasus terorisme belum banyak dilakukan. Densus 88 dan BNPT telah melakukannya dalam pendekatan sosial ekonomi dan keamanan,” kata Marzuki Rais.

“Forum Organisasi Masyarakat Sipil Cirebon yang terbentuk hari ini dimaksudkan untuk memperkuat secara kolektif dan sinergis gerakan OMS yang secara parsial telah melakukan gerakan pada isu spesifik pada kecamatan masing-masing,” sambung Syamsul Alam Agus, Sekretaris YSK, pada pertemuan tersebut.

Forum OMS Cirebon juga sudah menyepakati deklarasi, visi, misi, dan kode perilaku yang harus ditaati oleh semua anggota Forum. Agenda utamanya selain mengadakan pertemuan rutin dengan Pemerintah Daerah, menginisiasi payung hukum rehabilitasi dan reintegrasi, juga memperkuat kapasitas Forum dalam isu rehabilitasi, reintegrasi, dan mitigasi risiko keamanan.

Agenda ini disambut baik oleh Bupati Cirebon Imron Rosyadi. “Jika perlu pertemuan di Pendopo Bupati, silakan. Pemerintah membuka diri untuk kerja sama dengan Organisasi Masyarakat Sipil. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian dalam menanggulangi ekstremisme, radikalisme, dan terorisme,” pungkasnya.[]